Malam ini, 20 Oktober 2009 sekitar jam 23.15, aku buka email, eee...ternyata ada satu email yg cukup menarik, entah itu pribadi murni sebagai praktisi lingkungan ataukah salah satu karyawan PT. Jasa Medivest (karena yg menjadi contoh PT. Jasa Medivest), tapi lepas dari itu semua, saya senang karena ada teman kita yg seide mau peduli dg lingkungan terutama lingkungan rs.
Nah, ini email yg ditulis oleh teman kita Sdr. Edwin Widjaja pd Tuesday, 20 October, 2009 09:45
Dear Pak Handoko,
Saya tertarik membaca blog bapak mengenai forum komunikasi sanitarian. Nama saya Edwin Widjaja dan saya juga praktisi lingkungan. Saya merasa kaum sanitarian dan pencinta lingkungan harus mulai menyuarakan adanya pengelolaan limbah rumah sakit yang lebih terpadu. Saya contohkan dengan di Jakarta, dimana Jakarta memiliki beberapa pengolah limbah rumah sakit seperti PT. Jasa Medivest dan PT. Wastec International.
Walaupun pengolahan mereka biasa saja, tetapi langkah yang mereka ambil sudah sangat bagus untuk dimulai di rumah rumah sakit, dimana dengan adanya manajemen limbah padat yang benar maka akan kurang lebih mengurangi penyakit penyakit nosokomial. Ada beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh kita semua dengan terpadunya sistim pengolahan limbah yakni:
a. Rumah Sakit akan mempunyai ruang lebih untuk jasa pelayanan lainnya (lahan incinerator mereka rubah fungsi menjadi ruang perawatan misalnya atau ruang hijau).
b. Rumah Sakit dapat menganggarkan biaya perawatan ke biaya lainnya
c. Akan mengurangi infeksi nosokomial karena abu pembakaran tidak akan lagi dari incinerator di rumah sakit, melainkan di tempat pihak ketiga.
d. Membantu mengatasi program langit biru untuk mengurangi polusi perkotaan
e. Membantu pemerintah dalam pendataan jumlah limbah rumah sakit, karena seperti contohnya PT. Jasa Medivest mereka menerbitkan manifest kontrol dari pihak KLH yang diberitakan ke KLH setiap tiga bulan.
Bagi kita, pengamat lingkungan ini akan sangat membantu masterplan kita untuk mewujudkan Indonesia menjadi lebih terarah dalam hal penanganan limbah rumah sakit/medis.
Untuk kedepannya, saya juga mendukung adanya suatu sistim audit standar sanitasi, bahkan kalau bisa dibuat sistim penilaian kinerja rumah sakit dengan kriteria mulai dari pelayanan, tipe kamar, bahkan hingga penanganan limbah menjadi suatu standar rating tertentu yang nantinya akan memacu rumah sakit dan saryankes lainnya untuk mengupdate profesionalitas mereka. Sistim tersebut semacam PROPER untuk Industri.
Kalau mau saya bersedia juga untuk duduk bersama-sama.
Hormat Saya
Edwin Widjaja
edwin.widjaja@gmail.com
saling berbagi mengatasi permasalahan sanitasi RS, RSB, BP, Klinik, Puskesmas, dan Lab
Selasa, 20 Oktober 2009
Selasa, 13 Oktober 2009
DPR Sahkan UU PPLH Pebisnis dan Pejabat Bisa Dipidana
Posisi, peran serta wewenang institusi lingkungan hidup kini semakin kuat seiring dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi undang-undang.
Didahului dengan persetujuan secara aklamasi oleh 10 Fraksi DPR-RI, Wakil Ketua DPR-RI, Muhaimin Iskandar yang memimpin Bidang paripurna DPRRI, Selasa 8 September mengetuk palu pengesahan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) sebagai pengganti UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI Rapiudin Amaraung, pada awalnya rancangan UU tersebut terdiri dari 18 bab dan 86 pasal. Tapi akhirnya berubah menjadi 17 bab dan 127 pasal. Sebenarnya, dalam UU-PPLH banyak substansi dari undang-undang lama (UU Nomor 23 Tahun 1997) yang diperkuat. Salah satunya adalah memberikan kewenangan lebih kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup. Selain itu, juga memperluas cakupan sanksi pidana, tidak hanya kepada pelaku kejahatan tetapi juga pejabat terkait dengan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 500 Juta.
Sedangkan menurut Juru bicara FPDIP Ben Vincent Djeharu, UU-PPLH telah mencakup secara komprehensif aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. UU ini, kata Vincent Djeharu, dikelola dengan azas tanggung jawab, azas berkelanjutan, azas berkeadilan. Selain itu pengelolaan lingkungan hidup dapat memberikan pemanfaatan ekonomi, budaya yang dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan kearifan lingkungan.
Dijelaskannya, UU-PPLH menjamin penggunaan sumber daya alam secara seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Selain itu juga memberlakukan upaya preventif dengan cara mendayagunakan dan memaksimalkan instrumen pengawasan dan perizinan. Dengan demikian, kata Vincent, UU-PPLH menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta kegiatan pembangunan di sekitar lingkungan. "Bahkan, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen dan konsisten terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi," kata Vincent.
Menyambut pengesahan UU-PPLH, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar saat menyampaikan pendapat akhir pemerintah menyampaikan terima kasih kepada DPR-RI yang telah berinisiatif membuat RUU PPLH untuk mengganti UU Lingkungan Hidup sebelumnya.
Rachmat Witoelar mengaku, UU No.23/1997 sesungguhnya telah bermanfaat bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Namun efektifitas dalam pelaksanaannya belum dapat mencapai tujuan yang diharapkan karena adanya persoalan pada masalah substansial, struktural maupun kultural.
Berbagai kekurangan di UU No. 23/ 1997 itu, kini telah diakomodasi dalam UU-PPLH, seperti kewajiban pemerintah (pusat dan daerah) membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kajian ini penting demi menjamin kepastian pembangunan berkelanjutan sebagai dasar serta terintegrasi dalam kebijakan, rencana, dan program pembangunan.
Penguatan Institusi Lingkungan
Hal mendasar yang membedakan UU-PPLH yang baru disahkan dengan undang-undang sebelumnya tercermin dalam penguatan fungsi, peran dan wewenang institusi lingkungan hidup dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup.
Beberapa aspek yang mendapat penguatan tersebut antara lain fungsi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), pengelolaan perijinan, serta kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Penguatan fungsi AMDAL bertujuan mencegah kerusakan lingkungan dengan meningkatkan akuntablitas, penerapan sertifikasi kompetensi penyusun dokumen AMDAL, penerapan sanksi hukum bagi pelanggar bidang AMDAL, dan AMDAL sebagai persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan. Sedangkan dalam hal perijinan, ditegaskan keharusan adanya "ijin lingkungan" sebagai prasyarat mendapatkan Ijin Usaha/Ijin kegiatan. Bahkan, Ijin Usaha/Ijin Kegiatan yang telah dikantongi pun menjadi batal demi hukum, bila Ijin Lingkungan dicabut.
Penerapan kewajiban ijin Lingkungan merupakan implementasi dari pengakuan akan eksistensi "hak veto lingkungan," di dalam pembangunan.
Penguatan Sistem Hukum
Aspek lain yang juga menonjol dalam UU-PPLH adalah penguatan sistem hukum lingkungan hidup yang memberikan ruang lebih leluasa bagi aparat penegak hukum. Di dalam UUPPLH disebutkan bahwa pejabat pengawas yang berwenang dapat menghentikan pelanggaran seketika di lapangan. Begitu pula Penyidik PNSKLH dapat menangkap dan menahan pelaku pelanggaran/kejahatan lingkungan, serta menyampaikan hasil penyidikan langsung kepada Kejaksaan dengan berkoordinasi dengan pihak Kepolisian.
Penguatan fungsi serta wewenang Penyidik PNS-KLH dalam penegakan hukum lingkungan dengan tegas diuraikan dalam Pasal 95 ayat (2) yang menyatakan:
" Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil berwenang:
a) melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup-,
b) melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
c) meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d) melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
e) melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain;
f) melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
g) meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
h) menghentikan penyidikan;
i) memasuki tempat tertentu, memotret, membuat rekaman audio visual;
j) melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian, ruangan, dan/ atau tempat lain yang diduga merupakan tempat dilakukannya tindak pidana; dan/ atau
k) menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.
Tindak tersebut tidak hanya kepada pelaku pelanggaran/kejahatan lingkungan, tapi juga pejabat publik yang memberi ijin lingkungan dan tidak melakukan pengawasan yang menyebabkan terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan.
Penguatan wewenang Penyidik PNS-KLH disambut positif oleh berbagai kalangan, karena dinilai dapat jadi solusi terhadap maraknya kasus-kasus lingkungan dewasa ini. Dengan pemberian kewenangan kepada PPNS melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup diharapkan dapat mengatasi kendala yang dihadapi Kementerian Lingkungan Hidup yang selama ini sulit menindak pelaku pidana lingkungan hidup.
Akibatnya selama ini, tidak sedikit pelaku perusak lingkungan hidup yang bisa melenggang bebas karena PPNSKLH tidak memiliki kewenangan. Dengan pemberian wewenang yang semakin luas diharapkan PPNS-KLH bisa efektif bertindak meringkus pelaku pidana lingkungan yang merusak lingkungan hidup di Indonesia.
Kemajuan lain dalam UU-PPLH adalah penerapan sistem hukuman maksimun dan hukuman minimum bagi pencemar dan perusak lingkungan. Dengan penerapan sistem hukuman seperti ini, maka peluang lolosnya pelaku kejahatan lingkungan karena vonis "bebas murni" oleh pengadilan dapat dicegah.
Bisnis Ramah Lingkungan
Sehubungan dengan itu, Rachmat Witoelar meningatkan para pelaku bisnis agar lebih peduli lagi pada lingkungan hidup. " Perusahaan yang kegiatan bisnisnya merusak lingkungan dapat di pidana. Selain itu, izin lingkungan sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dapat dicabut, dan Ijin Usaha itu jadi batal apabila izin lingkungan dicabut, dan pengawas di lapangan dapat menghentikan aktivitas seketika jika memang terbukti merusak dan mencemari lingkungan," tegas Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar dalam penyampaian pendapat akhir pemerintah dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR.
Tapi bukan hanya pelaku bisnis, kata Rachmat Witoelar, pejabat nakal yang mudah mengumbar pemberian ijin lingkungan, juga dapat dtindak dan dikenai sanksi hukum.
Pada kesempatan berbeda, Rachmat Witoelar pernah menjelaskan bahwa adanya "Pasal Represif," bagi pelaku pencemaran dan perusak lingkungan hidup untuk menimbulkan efek jera dan untuk meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan terhadap pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Upaya ini memang harus dilakukan untuk memberikan jaminan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warganya sesuai pasal 28 H UUD 1945.
Namun, tentu tidak perlu ditakutkan, sebab yang penting harus berhati-hati dan pejabat publik mesti bertanggung jawab terhadap ijin pemanfaatan sumber daya alam yang dikeluarkan. "Ini, penting karena pemberian ijin tersebut bisa menjadi awal sumber kecurangan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan," kata Rachmat Witoelar.
Sebagaimana lazimnya, UU PPLH juga masih perlu aturan pelaksanaannya yang terdiri dari 19 Peraturan Pemerintah dan 18 Peraturan Menteri.
sumber : http://www.menlh.go.id/popup.php?cat=17&id=3904
Didahului dengan persetujuan secara aklamasi oleh 10 Fraksi DPR-RI, Wakil Ketua DPR-RI, Muhaimin Iskandar yang memimpin Bidang paripurna DPRRI, Selasa 8 September mengetuk palu pengesahan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) sebagai pengganti UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI Rapiudin Amaraung, pada awalnya rancangan UU tersebut terdiri dari 18 bab dan 86 pasal. Tapi akhirnya berubah menjadi 17 bab dan 127 pasal. Sebenarnya, dalam UU-PPLH banyak substansi dari undang-undang lama (UU Nomor 23 Tahun 1997) yang diperkuat. Salah satunya adalah memberikan kewenangan lebih kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup. Selain itu, juga memperluas cakupan sanksi pidana, tidak hanya kepada pelaku kejahatan tetapi juga pejabat terkait dengan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 500 Juta.
Sedangkan menurut Juru bicara FPDIP Ben Vincent Djeharu, UU-PPLH telah mencakup secara komprehensif aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. UU ini, kata Vincent Djeharu, dikelola dengan azas tanggung jawab, azas berkelanjutan, azas berkeadilan. Selain itu pengelolaan lingkungan hidup dapat memberikan pemanfaatan ekonomi, budaya yang dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan kearifan lingkungan.
Dijelaskannya, UU-PPLH menjamin penggunaan sumber daya alam secara seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Selain itu juga memberlakukan upaya preventif dengan cara mendayagunakan dan memaksimalkan instrumen pengawasan dan perizinan. Dengan demikian, kata Vincent, UU-PPLH menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta kegiatan pembangunan di sekitar lingkungan. "Bahkan, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen dan konsisten terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi," kata Vincent.
Menyambut pengesahan UU-PPLH, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar saat menyampaikan pendapat akhir pemerintah menyampaikan terima kasih kepada DPR-RI yang telah berinisiatif membuat RUU PPLH untuk mengganti UU Lingkungan Hidup sebelumnya.
Rachmat Witoelar mengaku, UU No.23/1997 sesungguhnya telah bermanfaat bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Namun efektifitas dalam pelaksanaannya belum dapat mencapai tujuan yang diharapkan karena adanya persoalan pada masalah substansial, struktural maupun kultural.
Berbagai kekurangan di UU No. 23/ 1997 itu, kini telah diakomodasi dalam UU-PPLH, seperti kewajiban pemerintah (pusat dan daerah) membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kajian ini penting demi menjamin kepastian pembangunan berkelanjutan sebagai dasar serta terintegrasi dalam kebijakan, rencana, dan program pembangunan.
Penguatan Institusi Lingkungan
Hal mendasar yang membedakan UU-PPLH yang baru disahkan dengan undang-undang sebelumnya tercermin dalam penguatan fungsi, peran dan wewenang institusi lingkungan hidup dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup.
Beberapa aspek yang mendapat penguatan tersebut antara lain fungsi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), pengelolaan perijinan, serta kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Penguatan fungsi AMDAL bertujuan mencegah kerusakan lingkungan dengan meningkatkan akuntablitas, penerapan sertifikasi kompetensi penyusun dokumen AMDAL, penerapan sanksi hukum bagi pelanggar bidang AMDAL, dan AMDAL sebagai persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan. Sedangkan dalam hal perijinan, ditegaskan keharusan adanya "ijin lingkungan" sebagai prasyarat mendapatkan Ijin Usaha/Ijin kegiatan. Bahkan, Ijin Usaha/Ijin Kegiatan yang telah dikantongi pun menjadi batal demi hukum, bila Ijin Lingkungan dicabut.
Penerapan kewajiban ijin Lingkungan merupakan implementasi dari pengakuan akan eksistensi "hak veto lingkungan," di dalam pembangunan.
Penguatan Sistem Hukum
Aspek lain yang juga menonjol dalam UU-PPLH adalah penguatan sistem hukum lingkungan hidup yang memberikan ruang lebih leluasa bagi aparat penegak hukum. Di dalam UUPPLH disebutkan bahwa pejabat pengawas yang berwenang dapat menghentikan pelanggaran seketika di lapangan. Begitu pula Penyidik PNSKLH dapat menangkap dan menahan pelaku pelanggaran/kejahatan lingkungan, serta menyampaikan hasil penyidikan langsung kepada Kejaksaan dengan berkoordinasi dengan pihak Kepolisian.
Penguatan fungsi serta wewenang Penyidik PNS-KLH dalam penegakan hukum lingkungan dengan tegas diuraikan dalam Pasal 95 ayat (2) yang menyatakan:
" Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil berwenang:
a) melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup-,
b) melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
c) meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d) melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
e) melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain;
f) melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
g) meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
h) menghentikan penyidikan;
i) memasuki tempat tertentu, memotret, membuat rekaman audio visual;
j) melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian, ruangan, dan/ atau tempat lain yang diduga merupakan tempat dilakukannya tindak pidana; dan/ atau
k) menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.
Tindak tersebut tidak hanya kepada pelaku pelanggaran/kejahatan lingkungan, tapi juga pejabat publik yang memberi ijin lingkungan dan tidak melakukan pengawasan yang menyebabkan terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan.
Penguatan wewenang Penyidik PNS-KLH disambut positif oleh berbagai kalangan, karena dinilai dapat jadi solusi terhadap maraknya kasus-kasus lingkungan dewasa ini. Dengan pemberian kewenangan kepada PPNS melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup diharapkan dapat mengatasi kendala yang dihadapi Kementerian Lingkungan Hidup yang selama ini sulit menindak pelaku pidana lingkungan hidup.
Akibatnya selama ini, tidak sedikit pelaku perusak lingkungan hidup yang bisa melenggang bebas karena PPNSKLH tidak memiliki kewenangan. Dengan pemberian wewenang yang semakin luas diharapkan PPNS-KLH bisa efektif bertindak meringkus pelaku pidana lingkungan yang merusak lingkungan hidup di Indonesia.
Kemajuan lain dalam UU-PPLH adalah penerapan sistem hukuman maksimun dan hukuman minimum bagi pencemar dan perusak lingkungan. Dengan penerapan sistem hukuman seperti ini, maka peluang lolosnya pelaku kejahatan lingkungan karena vonis "bebas murni" oleh pengadilan dapat dicegah.
Bisnis Ramah Lingkungan
Sehubungan dengan itu, Rachmat Witoelar meningatkan para pelaku bisnis agar lebih peduli lagi pada lingkungan hidup. " Perusahaan yang kegiatan bisnisnya merusak lingkungan dapat di pidana. Selain itu, izin lingkungan sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dapat dicabut, dan Ijin Usaha itu jadi batal apabila izin lingkungan dicabut, dan pengawas di lapangan dapat menghentikan aktivitas seketika jika memang terbukti merusak dan mencemari lingkungan," tegas Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar dalam penyampaian pendapat akhir pemerintah dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR.
Tapi bukan hanya pelaku bisnis, kata Rachmat Witoelar, pejabat nakal yang mudah mengumbar pemberian ijin lingkungan, juga dapat dtindak dan dikenai sanksi hukum.
Pada kesempatan berbeda, Rachmat Witoelar pernah menjelaskan bahwa adanya "Pasal Represif," bagi pelaku pencemaran dan perusak lingkungan hidup untuk menimbulkan efek jera dan untuk meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan terhadap pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Upaya ini memang harus dilakukan untuk memberikan jaminan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warganya sesuai pasal 28 H UUD 1945.
Namun, tentu tidak perlu ditakutkan, sebab yang penting harus berhati-hati dan pejabat publik mesti bertanggung jawab terhadap ijin pemanfaatan sumber daya alam yang dikeluarkan. "Ini, penting karena pemberian ijin tersebut bisa menjadi awal sumber kecurangan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan," kata Rachmat Witoelar.
Sebagaimana lazimnya, UU PPLH juga masih perlu aturan pelaksanaannya yang terdiri dari 19 Peraturan Pemerintah dan 18 Peraturan Menteri.
sumber : http://www.menlh.go.id/popup.php?cat=17&id=3904
DPR Sahkan UU Lingkungan Hidup
Setelah melalui beberapa kali persidangan, DPR akhirnya menyetujui Rancangan Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) untuk disahkan menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna di gedung parlemen, Jakarta, Rabu.
MENLH, Rachmat Witoelar saat menyampaikan pandangan mewakili pemerintah pada sidang paripurna pembahasan dan penetapan UU Lingkungan Hidup
Sebanyak sepuluh fraksi secara aklamasi menyetujui RUU PPLH menjadi UU PPLH sebagai pengganti UU Np.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Sidang yang dipimpin Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar.
Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar dalam penyampaian pendapat akhir pemerintah menyampaikan ucapan terima kasih kepada anggota DPR yang telah berinisiatif untuk membuat RUU PPLH untuk mengganti UU Lingkungan Hidup sebelumnya.
"UU tersebut (UU No.23/1997) telah bermanfaat bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, tetapi efektifitas implementasinya belum dapat mencapai tujuan yang diharapkan karena adanya persoalan pada masalah substansial, struktural maupun kultural," kata Rachmat seperti dilansir Antara.
Dia menyebutkan beberapa hal penting dari UU PPLH yang belum atau masih kurang dalam UU sebelumnya, antara lain kewajiban pemerintah pusat maupun pemerintah daerah membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kajian itu untuk memastikan pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam kebijakan, rencana, dan program pembangunan.
UU PPLH juga menyebutkan penguatan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) untuk mencegah kerusakan lingkungan dengan meningkatkan akuntablitas, penerapan sertifikasi kompetensi penyusun dokumen AMDAL, penerapan sanksi hukum bagi pelanggar bidang AMDAL, dan AMDAL sebagai persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan.
Masalah perijinan juga diperkuat dengan menjadikan izin lingkungan sebagai prasyarat memperoleh izin usaha/kegiatan dan izin usaha/kegiatan dapat dibatalkan apabila izin lingkungan dicabut.
Menutut Rachmat, dengan adanya UU PPLH yang baru ini akan memperkuat sistem hukum PPLH dalam hal penegakan hukum lingkungan dengan antara lain pejabat pengawas yang berwenang menghentikan pelanggaran seketika di lapangan, Penyidik PNS dapat melakukan penangkapan dan penahanan serta hasil penyidikan disampaikan ke jaksa penuntut umum, yang berkoordinasi dengan kepolisian.
Bahkan pejabat pemberi izin lingkungan yang tidak sesuai prosedur dan pejabat yang tidak melaksanakan tugas pengawasan lingkungan juga dapat dipidana.
"Selain hukuman maksimun, juga diperkenalkan hukuman minimum bagi pencemar dan perusak lingkungan," tambah Rachmat Witoelar.
sumber : http://www.beritalingkungan.com/berita/2009-09/uulh/
Mengenal Bahaya Kemasan Plastik dan Kresek
Kantung plastik kresek dan kemasan dari plastik lainnya merupakan alat pengemas yang paling banyak dipergunakan karena murah, praktis dan mudah didapat. Tetapi sayangnya kemasan plastik dan kantung plastik kresek ternyata tidak selalu aman, bahkan berbahaya bagi kesehatan. Beberapa jenis kemasan plastik berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan termasuk diantaranya kantung plastik “kresek” berwarna serta kemasan plastik berbahan dasar polistiren dan polivinil klorida (PVC). Juga berbagai kemasan dari plastik lainnya semisal botol plastik bekas minuman dan lainnya yang kita perlu mengenalnya.
Secara umum, kemasan plastik diberikan label-label sebagai berikut:
sumber : http://alamendah.wordpress.com/2009/07/17/mengenal-bahaya-kemasan-plastik-dan-kresek/
Mbok Darmi, tetangga saya, seorang janda yang dulunya berprofesi sebagai distributor utama daun pisang untuk pembungkus untuk hampir seluruh pedagang di pasar tradisional dekat desa gulung tikar. Padahal usahanya ini dulu mampu menghidupi keluarganya hingga kedua anaknya lulus SMA.
Mbok Darmi kalah bersaing dengan kantung plastik kresek berwarna yang dibuat dari plastik bekas dengan riwayat penggunaannya yang tidak jelas serta melalui proses daur ulang yang tidak terjamin kebersihannya. Bisa saja plastik tersebut berasal dari bekas wadah limbah berbahaya. Bahkan proses daur ulangnyapun menggunakan bahan kimia tertentu yang bisa membahayakan kesehatan. “Pantas saya kalah bersaing, Lha wong dia gak fair play,” ujar Mbok Darmi sambil mecucu.
Meskipun selama ini belum pernah ada pengaduan atau keluhan mengenai gangguan kesehatan akibat penggunaan kantung “kresek” sebagai wadah makanan, namun kita perlu berhati-hati. Kalau mau mewadahi makanan siap santap dengan plastik kresek sebaiknya dilapisi dulu dengan bahan yang aman seperti daun atau kertas.
Selain plastik kresek, kemasan plastik berbahan polivinil klorida (PVC) dan kemasan makanan “styrofoam” juga berisiko melepaskan bahan kimia yang bisa membahayakan kesehatan. Monomer styrene yang tidak ikut bereaksi dapat terlepas bila bereaksi dengan makanan yang berminyak/berlemak atau mengandung alkohol dalam keadaan panas. Meskipun bila residunya kecil tidak berbahaya.
Secara umum, kemasan plastik diberikan label-label sebagai berikut:
1. PETE atau PET (polyethylene terephthalate) dengan berlabel angka 01 dalam segitiga biasa dipakai untuk botol plastik yang jernih/transparan/tembus pandang seperti botol air mineral. Botol-botol dengan bahan ini direkomendasikan hanya untuk sekali pakai. Jangan dipakai untuk menyimpan air hangat apalagi panas.
2. HDPE (high density polyethylene) berlabel angka 02 dalam segitiga biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu. Direkomendasikan hanya untuk sekali pemakaian.
3. V atau PVC (polyvinyl chloride) berlabel angka 03 dalam segitiga adalah plastik yang paling sulit di daur ulang. Plastik ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap), dan botol-botol. Kandungan dari PVC yaitu DEHA yang terdapat pada plastik pembungkus dapat bocor dan masuk ke makanan berminyak bila dipanaskan. PVC berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan.
4. LDPE (low density polyethylene) berlabel angka 04 dalam segitiga biasa dipakai untuk tempat makanan dan botol-botol yang lembek. Barang-barang dengan berkode ini dapat di daur ulang dan baik untuk barang-barang yang memerlukan fleksibilitas tetapi kuat. Barang ini bisa dibilang tidak dapat di hancurkan tetapi tetap baik untuk tempat makanan.
5. PP (polypropylene) berlabel angka 05 dalam segitiga adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik terutama untuk yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi. Karakteristik botol ini transparan yang tidak jernih atau berawan.
6. PS (polystyrene) berlabel angka 06 dalam segitiga biasa dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai, dll. Bahan Polystyrene bisa membocorkan bahan styrine ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan. Bahan Styrine berbahaya untuk otak dan sistem syaraf. Bahan ini harus dihindari dan banyak negara bagian di Amerika sudah melarang pemakaian tempat makanan berbahan styrofoam termasuk negara China.
7. Other (biasanya polycarbonate) berlabel angka 07 dalam segitiga bisa didapatkan di tempat makanan dan minuman seperti botol minum olahraga. Polycarbonate bisa mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makanan dan minuman yang berpotensi merusak sistem hormon.
Kemasan plastik yang paling banyak dan paling aman digunakan adalah yang terbuat dari polyethylene (PE) dan polyprophylene (PP) yang dilabeli terkadang juga dilabeli dengan gambar gelas dan garpu atau ada tulisan `untuk makanan` atau `for food use`.
Sayangnya masih banyak barang plastik yang tidak mencantumkan simbol-simbol ini, terutama barang plastik buatan lokal. Pemerintah Indonesia sendiri baru berencana untuk mewajibkan produsen kemasan makanan melakukan penandaaan atau memberi label. Rencana ini mulai diterapkan bulan November mendatang.
Oleh karena itu, kalau anda ragu lebih baik tidak menggunakannya. Atau menyuruh Mbok Darmi untuk memulai kembali usahanya sebagai distrubutor daun pisang. Serta tinggalin kebiasaan teman saya yang biasa menggunakan botol bekas minuman mineral sebagai tempat air ketika muncak. Bahkan untuk menggodok kopi !
sumber : http://alamendah.wordpress.com/2009/07/17/mengenal-bahaya-kemasan-plastik-dan-kresek/
Rabu, 02 September 2009
Bau Tubuh, Rahasia Dibalik Gigitan Nyamuk
TEMPO Interaktif, Jakarta - Studi-studi tentang rahasia dibalik gigitan nyamuk banyak dilakukan. Tentang kenapa nyamuk lebih suka memilih menggigit kulit seseorang, sementara ogah menggigit kulit orang yang lain. Apakah terkait dengan rasa kulit masing-masing orang yang berbeda, jenis kelamin, jenis darah, warna kulit, atau bau tubuh. Bahkan ada juga riset yang dikaitkan dengan modulasi suara untuk menghalau nyamuk.
Para peneliti dari Rothamsted Research, London, menemukan bau tubuh manusia tampaknya yang paling kuat mempengaruhi nyamuk memilih menggigit seseorang. Apalagi bau tubuh pada setiap orang selalu tipikal, sehingga ada orang yang disukai digigit nyamuk dan ada yang tidak. Para peneliti pun sekarang memfokuskan, yang manakah diantara 300 sampai 400 ragam bau tubuh manusia, yang disukai atau ditolak oleh nyamuk. "Nyamuk akan menggigit pada kulit yang berbau disukai," ujar James Logan, Peneliti Rothamsted, sebuah biro penelitian agriculture tertua di dunia.
Peneliti kimia, Ulrich Bernier, dari U.S Agriculture, tahun 1990-an sudah memfokuskan studinya untuk mencari senyawa ajaib yang disukai oleh nyamuk itu. Risetnya menunjukkan nyamuk tertarik menggigit akibat campuran bahan kimia yang keluar bersama Karbon Dioksida dan asam laktat yang dilepaskan kulit sewaktu terjadi respirasi. Ini diperkuat bukti, pada orang yang sedang aktif atau stress, sehingga respirasi kulit akan lebih besar, pada saat itu nyamuk lebih ramai menyerangnya, dibanding orang yang pasif.
Riset Ulrich Bernie ini kemudian menjadi dasar riset selanjutnya untuk menemukan ramuan senyawa kimia yang bisa secara efektif bisa menghalau gigitan nyamuk. Riset ini penting, karena gigitan nyamuk tak hanya menjengkelkan, tapi juga banyak yang berujung pada kematian. Data menunjukkan sekitar 500 juta gigitan nyamuk malaria, Anopheles sp., terjadi di seluruh dunia setiap tahun. Dan lebih dari satu juta orang per tahun, tewas akibat serangan nyamuk ini. Nyamuk juga menjadi vektor penyebaran virus Nile West yang menyebabkan penyakit demam berdarah.
Selama ini, obat anti nyamuk dalam bentuk 'lotion' menggunakan DEET (N-Diethyl-meta-toluamide) sebagai pestisida. Pestisida ini merupakan senyawa kimia yang dikembangkan militer Amerika Serikat semasa terlibat dalam berbagai zona perang di medan tropis 1946, dalam Perang Dunia II. Dalam bentuk 'lotion' zat ini digunakan tentara Amerika untuk menghindari gigitan nyamuk di medan perang. Baru pada tahun 1957, senyawa ini diperbolehkan digunakan untuk kepentingan sipil. Namun riset menunjukkan bahwa pestisida ini rawan menyebabkan penggunanya terserang penyakit kanker atau terserang Sindrom Perang Teluk. Ini senyawa kimia kuat, yang bahkan bisa menghancurkan plastik. Dinas Keamanan dan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat, mewanti-wanti bahwa penggunaan zat ini harus dalam komposisi yang terkontrol ketat, agar aman bagi penggunanya.
Karena pestisida ini tidak sepenuhnya aman bagi tubuh, membuat para peneliti mencari senyawa kimia efektif yang bisa mengusir nyamuk dengan cara manawarkan bau yang tak disukai nyamuk. Untuk menemukannya, para peneliti Rothamsted, melakukan riset dengan cara; dua grup sukarelawan manusia yang disukai nyamuk dan yang tidak. Kemudian pada masing-masing orang diminta untuk memakau baju dari kertas foil (kertas aluminium) selama dua jam, untuk menyerap dan mengumpulkan bau tubuhnya. Dengan teknik Kromatografi, para peneliti kemudian menganalisis kandungan kimiawinya. Hasil temuan senyawa kimia kemudian dibuat lagi, dan diuji ulang untuk melihat bagaimana nyamuk menanggapi. Untuk mengetahui seberapa kuat impuls dari nyamuk terhadap setiap senyawa kimia, diletakkan microeletroda halus pada materi yang akan dihinggapi nyamuk, sehingga menghasilkan impuls-impuls listrik yang bisa diukur, ketika nyamuk menggigit materi berbau senyawa kimia itu.
Hasilnya, Dr James Logan, menemukan sekitar tujuh sampai delapan tubuh yang mempunyai bau yang disukai atau tidak oleh nyamuk. Logan kemudian melanjutkan penelitian dengan menggunakan alat yang disebut Y-tube olfactometer, yang memungkinkan nyamuk terbang dan memilih bau pada tangan yang disukai atau ditolak. Senyawa kimia temuan itu kemudian diuji lebih praktis, yaitu satu tangan diolesi senyawa kimia pembasmi, dan tangan yang lain diolesi senyawa kimia yang disukai, dan dimasukkan kedalam kotak berisi ribuan nyamuk. Sehingga dapat dilihat nyamuk bener-benar menghindari tangan yang berbau senyawa kimia yang tidak disukai.
Dalam publikasinya di Jurnal Medical Entomology edisi bulan Maret, para peneliti mengungkapkan salah satu senyawa kimia yang tidak disukai nyamuk adalah 6-methyl-5-hepten-2-one, atau disebut Methylheptenone. Senyawa yang lain adalah Geranylacetone, yang memiliki bau menyenangkan. Yang kemudian menjadi pertanyaan dari para peneliti apakah senyawa-senyawa kimia ini dihasilkan oleh tubuh manusia atau diproduksi alam dan kemudian menempel pada tubuh manusia. Dari literatur, Methylheptone biasanya diproduksi oleh jamur sehingga senyawa ini kemungkinan merupakan bau yang muncul dari interaksi dengan lingkungan.
Dr James Logan tidak mau banyak berkomentar tentang dua senyawa kimia bau yang berpotensi menjadi obat anti nyamuk ini, karena terikat kerjasama dengan perusahaan komersial untuk mengembangkannya sebagai produk di pasar. "Kami berharap dapat memproduksinya ke pasar dalam dua tahun kedepan," ujar James Logan.
Dengan hasil penelitian ini, menjadi semakin kuat tesis yang mengatakan bahwa bau menjadi penentu nyamuk berminat menghinggapi seseorang atau tidak. Nyamuk biasanya menggigit untuk menghisap darah, dimana kandungan protein dalam darah penting bagi produksi telur nyamuk betina.
Dari penelitian ini, secara praktis, kalau Anda rajin mandi, sehingga bau tubuh Anda netral, tampaknya bisa menjadi kiat jitu untuk menghindari gigitan nyamuk.
http://www.tempointeraktif.com/hg/sains/2009/09/02/brk,20090902-195741,id.html
Rabu, 02 September 2009 | 12:23 WIB
Jumat, 14 Agustus 2009
Kode Etik Sanitarian
Apabila kita telah memilih Sanitrarian sebagai sebuah profesi, maka sebagai seorang sanitarain dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus senantiasa dilandasi oleh kode etik serta harus selalu menjujung tinggi ketentuan yang dicanangkan oleh profesi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya harus selalu berpedoman pada standar kompetensi. Sedangkan standar kompetensi itu sendiri harus senantiasa terus dilengkapi dengan perangkat-perangkat keprofesian yang lain.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 373/Menkes/SK/III/2007 Tanggal : 27 Maret 2007 Tentang Standar Profesi Sanitarian, berikut merupakan Kode Etik Sanitarian/Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia.
A. KEWAJIBAN UMUM
1. Seorang sanitarian harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan profesi sanitasi dengan sebaik-baiknya.
2. Seorang sanitarian harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.
3. Dalam melakukan pekerjaan atau praktek profesi sanitasi, seorang sanitarian tidak boleh dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
4. Seorang sanitarian harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
5. Seorang sanitarian senantiasa berhati-hati dalam menerapkan setiap penemuan teknik atau cara baru yang belum teruji kehandalannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
6. Seorang hanya memberi saran atau rekomendasi yang telah melalui suatu proses analisis secara komprehensif.
7. Seorang sanitarian dalam menjalankan profesinya, harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dengan menjunjung tinggi kesehatan dan keselamatan manusia, serta kelestarian lingkungan.
8. Seorang sanitarian harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan klien atau masyarakat dan teman seprofesinya, dan berupaya untuk mengingatkan teman seprofesinya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau kebohongan dalam Menangani masalah klien atau masyarakat.
9. Seorang sanitarian harus menghormati hak-hak klien atau masyarakat, hak-hak teman seprofesi, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan klien atau masyarakat.
10. Dalam melakukan pekerjaannya seorang sanitarian harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan seluruh aspek kesehatan lingkungan secara menyeluruh, baik fisik, biologi maupun sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
11. Seorang sanitarian dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
B. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP KLIEN / MASYARAKAT
1. Seorang sanitarian wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penyelesaian masalah klien atau masyarakat. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau penyelesaian masalah, maka ia wajib berkonsultasi, bekerjasama dan atau merujuk pekerjaan tersebut kepada sanitarian lain yang mempunyai keahlian dalam penyelesaian masalah tersebut.
2. Seorang sanitarian wajib melaksanakan profesinya secara bertanggung jawab.
3. Seorang sanitarian wajib melakukan penyelesaian masalah sanitasi secara tuntas dan keseluruhan.
4. Seorang sanitarian wajib memberikan informasi kepada kliennya atas pelayanan yang diberikannya.
5. Seorang sanitarian wajib mendapatkan perlindungan atas praktek pemberian pelayanan.
C. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP TEMAN SEPROFESI
1. Seorang sanitarian memperlakukan teman seprofesinya sebagai bagian dari penyelesaian masalah.
2. Seorang sanitarian tidak boleh saling mengambil alih pekerjaan dari teman seprofesi, kecuali dengan persetujuan, atau berdasarkan prosedur yang ada.
D. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP DIRI SENDIRI
1. Seorang sanitarian harus memperhatikan dan mempraktekan hidup bersih dan sehat supaya dapat bekerja dengan baik.
2. Seorang sanitarian harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan lingkungan, kesehatan dan bidang-bidang lain yang terkait.
(sumber : http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/07/kode-etik-sanitarian.html)
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 373/Menkes/SK/III/2007 Tanggal : 27 Maret 2007 Tentang Standar Profesi Sanitarian, berikut merupakan Kode Etik Sanitarian/Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia.
A. KEWAJIBAN UMUM
1. Seorang sanitarian harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan profesi sanitasi dengan sebaik-baiknya.
2. Seorang sanitarian harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.
3. Dalam melakukan pekerjaan atau praktek profesi sanitasi, seorang sanitarian tidak boleh dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
4. Seorang sanitarian harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
5. Seorang sanitarian senantiasa berhati-hati dalam menerapkan setiap penemuan teknik atau cara baru yang belum teruji kehandalannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
6. Seorang hanya memberi saran atau rekomendasi yang telah melalui suatu proses analisis secara komprehensif.
7. Seorang sanitarian dalam menjalankan profesinya, harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dengan menjunjung tinggi kesehatan dan keselamatan manusia, serta kelestarian lingkungan.
8. Seorang sanitarian harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan klien atau masyarakat dan teman seprofesinya, dan berupaya untuk mengingatkan teman seprofesinya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau kebohongan dalam Menangani masalah klien atau masyarakat.
9. Seorang sanitarian harus menghormati hak-hak klien atau masyarakat, hak-hak teman seprofesi, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan klien atau masyarakat.
10. Dalam melakukan pekerjaannya seorang sanitarian harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan seluruh aspek kesehatan lingkungan secara menyeluruh, baik fisik, biologi maupun sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
11. Seorang sanitarian dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
B. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP KLIEN / MASYARAKAT
1. Seorang sanitarian wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penyelesaian masalah klien atau masyarakat. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau penyelesaian masalah, maka ia wajib berkonsultasi, bekerjasama dan atau merujuk pekerjaan tersebut kepada sanitarian lain yang mempunyai keahlian dalam penyelesaian masalah tersebut.
2. Seorang sanitarian wajib melaksanakan profesinya secara bertanggung jawab.
3. Seorang sanitarian wajib melakukan penyelesaian masalah sanitasi secara tuntas dan keseluruhan.
4. Seorang sanitarian wajib memberikan informasi kepada kliennya atas pelayanan yang diberikannya.
5. Seorang sanitarian wajib mendapatkan perlindungan atas praktek pemberian pelayanan.
C. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP TEMAN SEPROFESI
1. Seorang sanitarian memperlakukan teman seprofesinya sebagai bagian dari penyelesaian masalah.
2. Seorang sanitarian tidak boleh saling mengambil alih pekerjaan dari teman seprofesi, kecuali dengan persetujuan, atau berdasarkan prosedur yang ada.
D. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP DIRI SENDIRI
1. Seorang sanitarian harus memperhatikan dan mempraktekan hidup bersih dan sehat supaya dapat bekerja dengan baik.
2. Seorang sanitarian harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan lingkungan, kesehatan dan bidang-bidang lain yang terkait.
(sumber : http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/07/kode-etik-sanitarian.html)
Standard Profesi Sanitarian Indonesia
Standard Profesi Sanitarian Sudah Dituangkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 373/Menkes/SK/III/2007 Tanggal : 27 Maret 2007 Tentang Standar Profesi Sanitarian. Pada tahun 2005 standard ini sebetulnya juga telah ditetapkan oleh Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) dengan surat ketetapan nomor 03/MUNAS/V/2005.
Penetapan standar ini antara lain dilatar belakangi oleh kenyataan, bahwa tenaga Sanitarian / kesehatan lingkungan harus siap bersaing dengan tuntutan perkembangan era globalisasi, khususnya pada aspek ilmu pengetahuan dan teknologi. Sanitarian Indonesia memang harus mampu berinteraksi bahkan bersaing dengan Sanitarian dari negara lain, hal ini memang sebuah keniscayaan.
Kita sudah sering melihat ketertinggalan dunia medis kita (bahkan) dari negara tetangga sesama Asean. Kita sudah amat bersusah payah meredam serbuan industri rumah sakit global yang mulai merambah pelayanan dasar kita. Dan sementara itu kita masih sangat sibuk merumuskan metode pelayanan publik yang membumi, ditengah cibiran sebagian besar masyarakat pengguna terhadap mutu pelayanan (belum berbicara teknologi) pada institusi pelayanan kesehatan kita.
Secara prinisip sebetulnya tujuan penetapan standard profesi sanitarian ini adalah sebagai pedoman bagi para ahli kesehatan lingkungan dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai tenaga kesehatan di bidang kesehatan lingkungan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
Sanitarian di Indonesia sudah diberikan batasan sebagai tenaga profesional di bidang kesehatan lingkungan yang memberikan perhatian terhadap aspek kesehatan lingkungan air, udara, tanah, makanan dan vector penyakit pada kawasan perumahan, tempat-tempat umum, tempat kerja, industri, transportasi dan matra. Sementara kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan adalah lulusan Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH), Akademi Kontrolir Kesehatan (AKK), Akademi Penilik Kesehatan (APK), Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APK-TS), Pendidikan Ahli Madya Kesehatan Lingkungan (PAM-KL), atau lulusan Pendidikan Tinggi yang menyelenggarakan Pendidikan Kesehatan Lingkungan.
Standard Kompetensi tenaga Sanitarian di Indonesia tersebut antara lain sebagai berikut :
Peran Sebagai Pelaksana Kegiatan Kesehatan Lingkungan
Sebagai pelaksana kegiatan kesehatan lingkungan, Sanitarian mempunyai 4 (Empat) fungsi, antara lain :
1. Menentukan komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
2. Melaksanakan pemeriksaan dan pengukuran komponen lingkungan secara tepat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan.
3. Menginformasikan hasil pemeriksaan/pengukuran.
4. Menetapkan penyimpangan hasil pemeriksaan terhadap standar baku mutu sanitasi bersih.
Peran Sebagai Pengelola Kesehatan Lingkungan.
Sebagai pengelola kesehatan lingkungan, sanitarian mempunyai 5 (lima) fungsi.
1. Menganalisis hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan lingkungan
2. Menginterprestasikan hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
3. Merancang dan merekayasa Penanggulangan masalah Lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
4. Mengorganisir Penanggulangan masalah kesehatan lingkungan.
5. Mengevaluasi hasil Penanggulangan.
Peran Sebagai Pengajar, Pelatih dan Pemberdayaan Masyarakat.
Sebagai pengajar, pelatih dan pemberdayaan masyarakat, sanitarian mempunyai 5 (lima) fungsi.
1. Menginventarisasi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang kesehatan lingkungan.
2. Menentukan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan lingkungan yang perlu diintervensi.
3. Merencanakan bentuk intervensi perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan lingkungan.
4. Melaksanakan intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan.
5. Mengevaluasi hasil intervensi
Peran Sebagai Peneliti Kesehatan Lingkungan.
Sebagai peneliti, sanitarian mempunyai 2 (dua) fungsi.
1. Menentukan masalah kesehatan lingkungan.
2. Melaksanakan kegiatan penelitian teknologi tepat.
(sumber : http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/07/standard-profesi-sanitarian-indonesia.html)
Penetapan standar ini antara lain dilatar belakangi oleh kenyataan, bahwa tenaga Sanitarian / kesehatan lingkungan harus siap bersaing dengan tuntutan perkembangan era globalisasi, khususnya pada aspek ilmu pengetahuan dan teknologi. Sanitarian Indonesia memang harus mampu berinteraksi bahkan bersaing dengan Sanitarian dari negara lain, hal ini memang sebuah keniscayaan.
Kita sudah sering melihat ketertinggalan dunia medis kita (bahkan) dari negara tetangga sesama Asean. Kita sudah amat bersusah payah meredam serbuan industri rumah sakit global yang mulai merambah pelayanan dasar kita. Dan sementara itu kita masih sangat sibuk merumuskan metode pelayanan publik yang membumi, ditengah cibiran sebagian besar masyarakat pengguna terhadap mutu pelayanan (belum berbicara teknologi) pada institusi pelayanan kesehatan kita.
Secara prinisip sebetulnya tujuan penetapan standard profesi sanitarian ini adalah sebagai pedoman bagi para ahli kesehatan lingkungan dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai tenaga kesehatan di bidang kesehatan lingkungan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
Sanitarian di Indonesia sudah diberikan batasan sebagai tenaga profesional di bidang kesehatan lingkungan yang memberikan perhatian terhadap aspek kesehatan lingkungan air, udara, tanah, makanan dan vector penyakit pada kawasan perumahan, tempat-tempat umum, tempat kerja, industri, transportasi dan matra. Sementara kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan adalah lulusan Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH), Akademi Kontrolir Kesehatan (AKK), Akademi Penilik Kesehatan (APK), Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APK-TS), Pendidikan Ahli Madya Kesehatan Lingkungan (PAM-KL), atau lulusan Pendidikan Tinggi yang menyelenggarakan Pendidikan Kesehatan Lingkungan.
Standard Kompetensi tenaga Sanitarian di Indonesia tersebut antara lain sebagai berikut :
Peran Sebagai Pelaksana Kegiatan Kesehatan Lingkungan
Sebagai pelaksana kegiatan kesehatan lingkungan, Sanitarian mempunyai 4 (Empat) fungsi, antara lain :
1. Menentukan komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
2. Melaksanakan pemeriksaan dan pengukuran komponen lingkungan secara tepat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan.
3. Menginformasikan hasil pemeriksaan/pengukuran.
4. Menetapkan penyimpangan hasil pemeriksaan terhadap standar baku mutu sanitasi bersih.
Peran Sebagai Pengelola Kesehatan Lingkungan.
Sebagai pengelola kesehatan lingkungan, sanitarian mempunyai 5 (lima) fungsi.
1. Menganalisis hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan lingkungan
2. Menginterprestasikan hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
3. Merancang dan merekayasa Penanggulangan masalah Lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
4. Mengorganisir Penanggulangan masalah kesehatan lingkungan.
5. Mengevaluasi hasil Penanggulangan.
Peran Sebagai Pengajar, Pelatih dan Pemberdayaan Masyarakat.
Sebagai pengajar, pelatih dan pemberdayaan masyarakat, sanitarian mempunyai 5 (lima) fungsi.
1. Menginventarisasi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang kesehatan lingkungan.
2. Menentukan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan lingkungan yang perlu diintervensi.
3. Merencanakan bentuk intervensi perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan lingkungan.
4. Melaksanakan intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan.
5. Mengevaluasi hasil intervensi
Peran Sebagai Peneliti Kesehatan Lingkungan.
Sebagai peneliti, sanitarian mempunyai 2 (dua) fungsi.
1. Menentukan masalah kesehatan lingkungan.
2. Melaksanakan kegiatan penelitian teknologi tepat.
(sumber : http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/07/standard-profesi-sanitarian-indonesia.html)
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Ketika melakukan review dokumen AMDAL beberapa rumah sakit, ternyata masih banyak konsultan atau pemrakarsa kegiatan yang masih mempergunakan Dasar Hukum Kesehatan Lingkungan rumah sakit dengan Peraturan Nomor 986/Menkes/Per/IX/92. Sebagaimana kita ketahui bahwa Keputusan tersebut telah diperbaharui dengan Kepmenkes Nomor 1024/Menkes/SK/X/2004 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Sebagaimana tercantum dalam Keputusan tersebut, bahwa dengan berlakunya Keputusan Menteri ini maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 986 Tahun 1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dan peraturan pelaksanaannya dicabut dan tidak berlaku lagi.
Sebagai bahan sharing, berikut kami informasikan beberapa isi Kepmenkes dimaksud sebagai berikut :
Bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Terdapat 3 (Tiga) buah lampiran yang disertakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1204/Menkes/SK/X/2004 Tanggal : 19 Oktober 2004 tersebut, yaitu :
1. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
2. Kualifikasi Tenaga Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
3. Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan (Inspeksi Sanitasi) Rumah Sakit
I. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
A. Penyehatan Ruang Bangunan dan Halaman Rumah Sakit
Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit dan halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan rumah sakit.
B. Penyehatan Hygiene Dan Sanitasi Makanan Minuman
Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan minuman yang disajikan dan dapur rumah sakit untuk pasien dan karyawan; makanan dan minuman yang dijual didalam lingkungan rumah sakit atau dibawa dari luar rumah sakit.
C. Penyehatan Air
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
D. Pengelolaan Limbah
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-medis.
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle)
E. Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Laundry)
Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan saradisinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan meja setrika.
F. Pengendalian Serangga, Tikus Dan Binatang Pengganggu Lainnya
Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya adalah upaya untuk mengurangi populasi serangga, binatang pengganggu lainnya sehingga keberadaannya tidak menjadi vektor penularan penyakit.
G. Melalui Disinfeksi Dan Sterilisasi
Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan/atau menghilangkan kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang melalui disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi. Disinfeksi adalah upaya untuk mengurangi/menghilangkan jumlah mikroorganisme patogen penyebab penyakit (tidak termasuk spora) dengan cara fisik dan kimiawi. Sterilisasi adalah upaya untuk menghilangkan semua mikroorganisme dengan cara fisik dan kimiawi.
H. Upaya Promosi Kesehatan Dari Aspek Kesehatan Lingkungan
Promosi higiene dan sanitasi adalah penyampaian pesan tentang higiene dan sanitasi rumah sakit kepada pasien/keluarga pasien dan pengunjung, karyawan terutama karyawan baru serta masyarakat sekitarnya agar mengetahui, memahami, menyadari, dan mau mmbiasakan diri berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta dapat memanfaatkan fasilitas sanitaso rumah sakit dengan benar. Promosi kesehatan lingkungan adalah penyampaian pesan tentang yang berkaitan dengan PHBS yang sasarannya ditujukan kepada karyawan. (sumber : http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/07/persyaratan-kesehatan-lingkungan-rumah.html)
Sebagaimana tercantum dalam Keputusan tersebut, bahwa dengan berlakunya Keputusan Menteri ini maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 986 Tahun 1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dan peraturan pelaksanaannya dicabut dan tidak berlaku lagi.
Sebagai bahan sharing, berikut kami informasikan beberapa isi Kepmenkes dimaksud sebagai berikut :
Bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Terdapat 3 (Tiga) buah lampiran yang disertakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1204/Menkes/SK/X/2004 Tanggal : 19 Oktober 2004 tersebut, yaitu :
1. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
2. Kualifikasi Tenaga Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
3. Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan (Inspeksi Sanitasi) Rumah Sakit
I. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
A. Penyehatan Ruang Bangunan dan Halaman Rumah Sakit
Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit dan halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan rumah sakit.
B. Penyehatan Hygiene Dan Sanitasi Makanan Minuman
Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan minuman yang disajikan dan dapur rumah sakit untuk pasien dan karyawan; makanan dan minuman yang dijual didalam lingkungan rumah sakit atau dibawa dari luar rumah sakit.
C. Penyehatan Air
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
D. Pengelolaan Limbah
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-medis.
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle)
E. Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Laundry)
Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan saradisinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan meja setrika.
F. Pengendalian Serangga, Tikus Dan Binatang Pengganggu Lainnya
Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya adalah upaya untuk mengurangi populasi serangga, binatang pengganggu lainnya sehingga keberadaannya tidak menjadi vektor penularan penyakit.
G. Melalui Disinfeksi Dan Sterilisasi
Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan/atau menghilangkan kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang melalui disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi. Disinfeksi adalah upaya untuk mengurangi/menghilangkan jumlah mikroorganisme patogen penyebab penyakit (tidak termasuk spora) dengan cara fisik dan kimiawi. Sterilisasi adalah upaya untuk menghilangkan semua mikroorganisme dengan cara fisik dan kimiawi.
H. Upaya Promosi Kesehatan Dari Aspek Kesehatan Lingkungan
Promosi higiene dan sanitasi adalah penyampaian pesan tentang higiene dan sanitasi rumah sakit kepada pasien/keluarga pasien dan pengunjung, karyawan terutama karyawan baru serta masyarakat sekitarnya agar mengetahui, memahami, menyadari, dan mau mmbiasakan diri berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta dapat memanfaatkan fasilitas sanitaso rumah sakit dengan benar. Promosi kesehatan lingkungan adalah penyampaian pesan tentang yang berkaitan dengan PHBS yang sasarannya ditujukan kepada karyawan. (sumber : http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/07/persyaratan-kesehatan-lingkungan-rumah.html)
Eschericia Coli Disekitar Air Minum Kita (?)
Manusia sangat membutuhkan air dalam hidupnya, baik untuk keperluan minum, memasak mencuci, dan sebagainya. Menurut perhituingan kebutuhan, dalam satu hari, seorang dewasa membutuhkan sekitar 1,6 liter air untuk dikonsumsi, sehingga penyediaan air minum yang aman mutlak diupayakan. Bahaya laten yang selalu mengancam kita lewat media air bersih dan air minum ini adalah bakteri e-coli.Bakteri yang sangat identik dengan pencemaran tinja.
Mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja dapat menularkan beragam penyakit bila masuk tubuh manusia, dalam 1 gram tinja dapat mengandung 1 milyar partikel virus infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa minggu pada suhu dibawah 10 derajat Celcius. Terdapat 4 mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja yaitu : virus, Protozoa, cacing dan bakteri yang umumny diwakili oleh jenis Escherichia coli (E-coli).
Menurut catatan Badan Kesehatan dunia (WHO), air limbah domestik yang belum diolah memiliki kandungan virus sebesar 100.000 partikel virus infektif setiap liternya, lebih dari 120 jenis virus patogen yang terkandung dalam air seni dan tinja.
Sebagian besar virus patogen ini tidak memberikan gejala yang jelas sehingga sulit dilacak penyebabnya. Bakteri penghuni usus manusia dan hewan berdarah panas ini telah mengkontaminasi hampir keseluruhan air baku air minum, sungai, sumur.
Setelah tinja memasuki badan air, E-coli akan mengkontaminasi perairan, bahkan pada kondis tertentu E-coli dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh dan dapat tinggal di dalam pelvix ginjal dan hati.
Sesuai Permenkes Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, dipersyaratkan bahwa angka E.coli dalam air minum adalah Nol per 100 ml air harus dipenuhi.
Sedangkan menurut baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam PP 82/2001 tentang Pengendalian Limbah cair menyebutkan bahwa badan air yang dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum kandungan E-coli dalam 100 ml air tidak boleh lebih dari 10.000. Menurut salah satu penelitian (Kajian Dhani Arnantha staf peneliti Lembaga kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah) jumlah E-coli dalam 100 ml air Kali Mas Surabaya mencapai 1600 milyar
Berdasarkan data Depkes diketahui, persyaratan yang harus dipenuhi PDAM untuk kualitas bakteriologis air minum PDAM menggunakan indikator coliform 0 per 100 ml air. Sedangkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap 46,858 sampel air minum dari 27 propinsi pada tahun 1995 diketahui, hanya 42,5 persen yang memenuhi syarat (coliform 0 per 100 ml air). Artinya 57,5 persen air minum dari PDAM tidak memenuhi syarat (teh terkontaminasi bakteri e-coli). Faktor dominan terjadinya pencemaran air PDAM oleh bakteri e-coli adalah kebocoran pipa serta kondisi air baku.
Namun yang harus kita perhatikan dari keadaan menyangkut banyak pertanyaan, antara lain (mungkin) menyangkut klasifikasi dan managemen. Apakah PDAM kita maunya kita masukkan dalam klasifikasi air bersih atau air minum. Apabila termasuk dalam air minum, artinya saat keluar dari kran kita, air PDAM telah masuk katagori siap minum (dan itu mempersyaratkan e-coli NOL). Namun apabila sepakat kita masukkan dalam katagoriPerusahaan Daerah Air Berrsih/PDAB (tidak bisa langsung diminum) maka e-coli yang dipersyaratkan minimal 10 per 100 ml (Permenkes 416).
Pengetahuan masyarakat terhadap bakteri E. coli agaknya memang masih kurang. Bakteri jenis ini merupakan indikator utama terjadinya pencemaran suatau media oleh tinja, sehingga dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan bagai kita.
Berikut beberapa informasi yang terkait dengan jenis bakteri ini :
Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia. Oleh karena itu, dikenal juga dengan istilah koli tinja, sedangkan Enterobacter aerogenes biasanya ditemukan pada hewan atau tanam-tanaman yang telah mati. Bakteri Escherechia coli merupakan mikroorganisme normal yang terdapat dalam kotoran manusia, baik sehat maupun sakit. Dalam satu gram kotoran manusia terdapat sekitar seratus juta bakteri E. coli.
Bakteri berasal dari kata “Bakterion” (Yunani = batang kecil). Berdasarkan Klasifikasi, bakteri digolongkan dalam Divisio Schizomycetes. Escherichia coli (E. coli ) adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif, ditemukan oleh Theodor Escherich (tahun 1885). Hidup pada tinja dan menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, seperti diare, muntaber serta masalah pencernaan lainnya. Bakteri ini banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam penanganannya.
Secara garis besar klasifikasi bakteri E.coli , berasal dari Filum Proteobacteria, Kelas Gamma Proteobacteria, Ordo Enterobacteriales, Familia Enterobacteriaceae, Genus Escherichia, Spesies Escherichia coli. Secara morfologi E.coli merupakan kuman berbentuk batang pendek, gemuk, berukuran 2,4 µ x 0,4 sampai 0,7 µ , Gram-negatif, tak bersimpai , Bergerak aktif dan tidak berspora.
Bakteri E.coli merupakan organisme penghuni utama di usus besar, hidupnya komensal dalam kolon manusia dan diduga berperan dalam pembentukan vitamin K yang berperan penting untuk pembekuan darah.
Dari berbagai penelitian menunjukkan, beberapa galur atau strain dari bakteri E. coli juga dapat menyebabkan wabah diare atau muntaber, terutama pada anak-anak. Bakteri penyebab penyakit yang cukup berbahaya ini diklasifikasikan berdasarkan karakteristik sifat-sifat virulensinya.
Setiap kelompok dapat menyebabkan penyakit diare melalui mekanisme yang berbeda-beda. Kelompok E. coli tersebut di antaranya adalah sebagai berikut ( sebagian besar tulisan merupakan kutipan dari buku manual pemberantasan penyakit menular)
E. coli enteropatogen (EPEC)
Merupakan penyebab diare terpenting pada bayi, terutama di negara berkembang. Mekanismenya adalah dengan cara melekatkan dirinya pada sel mukosa usus kecil dan membentuk filamentous actin pedestal sehingga menyebabkan diare cair (“Watery diarrheae”) yang bisa sembuh dengan sendirinya atau berlanjut menjadi kronis.
Distribusi Penyakit ; Sejak akhir tahun 1960-an, EPEC tidak lagi sebagai penyebab utama diare pada bayi di Amerika Utara dan Eropa. Namun EPEC masih sebagai penyebab utama diare pada bayi di beberapa Negara sedang berkembang seperti Amerika Selatan, Afrika bagian Selatan dan Asia. Reservoir : - Manusia . Cara Penularan ; Dari makanan bayi dan makanan tambahan yang terkontaminasi.
Di tempat perawatan bayi, penularan dapat terjadi melalui ala-alat dan tangan yang terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar diabaikan. Masa Inkubasi ; Berlangsung antara 9 – 12 jam pada penelitian yang dilakukan di kalangan dewasa. Tidak diketahui apakah lamanya masa inkubasi juga sama pada bayi yang tertular secara alamiah.
Masa Penularan ; Tergantung lamanya ekskresi EPEC melalui tinja dan dapat berlangsung lama. Kerentanan dan Kekebalan ; Walaupun fakta menunjukkan bahwa mereka yang rentan terhadap infeksi adalah bayi namun tidak diketahui apakah hal ini disebabkan oleh faktor kekebalan ataukah ada hubungannya dengan faktor umur atau faktor lain yang tidak spesifik.
Oleh karena itu diare ini dapat ditimbulkan melalui percobaan pada sukarelawan dewasa maka kekebalan spesifik menjadi penting dalam menentukan tingkat kerentanan. Infeksi EPEC jarang terjadi pada bayi yang menyusui (mendapat ASI). Diare seperti ini dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotika.
E. coli enterotoksigenik (ETEC)
Merupakan penyebab diare umum pada bayi di negara berkembang seperti Indonesia. Berbeda dengan EPEC, E. coli jenis ini memproduksi beberapa jenis eksotoksin yang tahan maupun tidak tahan panas di bawah kontrol genetis plasmid.
Pada umumnya, eksotoksin yang dihasilkan bekerja dengan cara merangsang sel epitel usus untuk menyekresi banyak cairan sehingga terjadi diare. Identifikasi ; Penyebab utama “Travelers diarrhea” orang-orang dari negara maju yang berkunjung ke negara berkembang.
Penyakit ini juga sebagai penyebab utama dehidrasi pada bayi dan anak di negara berkembang. Strain enterotoksigenik dapat mirip dengan Vibrio cholerae dalam hal menyebabkan diare akut yang berat (profuse watery diarrhea) tanpa darah atau lendir (mucus).
Gejala lain berupa kejang perut, muntah, asidosis, lemah dan dehidrasi dapat terjadi, demam ringan dapat/tidak terjadi; gejala biasanya berakhir lebih dari 5 hari. ETEC dapat diidentifikasi dengan membuktikan adanya produksi enterotoksin dengan teknik immunoassays, bioasay atau dengan teknik pemeriksaan probe DNA yang mengidentifikasikan gen LT dan ST (untuk toksin tidak tahan panas dan toksin tahan panas) dalam blot koloni. Penyebab Penyakit ; ETEC yang membuat enterotoksin tidak tahan panas (a heat labile enterotoxin = LT) atau toksin tahan panas ( a heat stable toxin = ST) atau memproduksi kedua toksin tersebut (LT/ST).
Distribusi Penyakit ; Penyakit yang muncul terutama di negara yang sedang berkembang. Dalam 3 tahun pertama dari kehidupan, hampir semua anak-anak di negara-negara berkembang mengalami berbagai macam infeksi ETEC yang menimbulkan kekebalan; oleh karena itu penyakit ini jarang menyerang anak yang lebih tua dan orang dewasa. Infeksi terjadi diantara para pelancong yang berasal dari negara-negara maju yang berkunjung ke negara-negara berkembang. Beberapa KLB ETEC baru-baru ini terjadi di Amerika Serikat. Reservoir ; Manusia. Infeksi ETEC terutama oleh spesies khusus; manusia merupakan reservoir strain penyebab diare pada manusia.
Cara Penularan ; Melalui makanan yang tercemar dan jarang, air minum yang tercemar. Khususnya penularan melalui makanan tambahan yang tercemar merupakan cara penularan yang 165 paling penting terjadinya infeksi pada bayi. Penularan melalui kontak langsung tangan yang tercemar tinja jarang terjadi.
E. coli enterohemoragik (EHEC) dan galur yang memproduksi verotoxin (VTEC).
Di Negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, VTEC menyebabkan sejumlah kejadian luar biasa diare dan kolitis hemoragik. Penyakit ini bersifat akut dan bisa sembuh spontan, penyakit ini ditandai dengan gejala nyeri abdomen, diare disertai darah, gejala seperti ini merupakan komplikasi dari diare ringan. Identifikasi ;
Kategori E. coli penyebab diare ini dikenal pada tahun 1982 ketika terjadi suatu KLB colitis hemoragika di Amerika Serikat yang disebabkan oleh serotipe yang tidak lazim, E. coli O157:H7 yang sebelumnya tidak terbukti sebagai patogen enterik. Diare dapat bervariasi mulai dari yang ringan tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan jelas dalam tinja tetapi tidak mengandung lekosit.
Yang paling ditakuti dari infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik (HUS) dan purpura trombotik trombositopenik (TTP). Kira-kira 2-7% dari diare karena EHEC berkembang lanjut menjadi HUS. EHEC mengeluarkan sitotoksin kuat yang disebut toksin Shiga 1 dan 2. Toksin Shiga 1 identik dengan toksin Shiga yang dikeluarkan oleh Shigella dysentriae 1 (sumber : http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/05/eschericia-coli.html)
Mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja dapat menularkan beragam penyakit bila masuk tubuh manusia, dalam 1 gram tinja dapat mengandung 1 milyar partikel virus infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa minggu pada suhu dibawah 10 derajat Celcius. Terdapat 4 mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja yaitu : virus, Protozoa, cacing dan bakteri yang umumny diwakili oleh jenis Escherichia coli (E-coli).
Menurut catatan Badan Kesehatan dunia (WHO), air limbah domestik yang belum diolah memiliki kandungan virus sebesar 100.000 partikel virus infektif setiap liternya, lebih dari 120 jenis virus patogen yang terkandung dalam air seni dan tinja.
Sebagian besar virus patogen ini tidak memberikan gejala yang jelas sehingga sulit dilacak penyebabnya. Bakteri penghuni usus manusia dan hewan berdarah panas ini telah mengkontaminasi hampir keseluruhan air baku air minum, sungai, sumur.
Setelah tinja memasuki badan air, E-coli akan mengkontaminasi perairan, bahkan pada kondis tertentu E-coli dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh dan dapat tinggal di dalam pelvix ginjal dan hati.
Sesuai Permenkes Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, dipersyaratkan bahwa angka E.coli dalam air minum adalah Nol per 100 ml air harus dipenuhi.
Sedangkan menurut baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam PP 82/2001 tentang Pengendalian Limbah cair menyebutkan bahwa badan air yang dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum kandungan E-coli dalam 100 ml air tidak boleh lebih dari 10.000. Menurut salah satu penelitian (Kajian Dhani Arnantha staf peneliti Lembaga kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah) jumlah E-coli dalam 100 ml air Kali Mas Surabaya mencapai 1600 milyar
Berdasarkan data Depkes diketahui, persyaratan yang harus dipenuhi PDAM untuk kualitas bakteriologis air minum PDAM menggunakan indikator coliform 0 per 100 ml air. Sedangkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap 46,858 sampel air minum dari 27 propinsi pada tahun 1995 diketahui, hanya 42,5 persen yang memenuhi syarat (coliform 0 per 100 ml air). Artinya 57,5 persen air minum dari PDAM tidak memenuhi syarat (teh terkontaminasi bakteri e-coli). Faktor dominan terjadinya pencemaran air PDAM oleh bakteri e-coli adalah kebocoran pipa serta kondisi air baku.
Namun yang harus kita perhatikan dari keadaan menyangkut banyak pertanyaan, antara lain (mungkin) menyangkut klasifikasi dan managemen. Apakah PDAM kita maunya kita masukkan dalam klasifikasi air bersih atau air minum. Apabila termasuk dalam air minum, artinya saat keluar dari kran kita, air PDAM telah masuk katagori siap minum (dan itu mempersyaratkan e-coli NOL). Namun apabila sepakat kita masukkan dalam katagoriPerusahaan Daerah Air Berrsih/PDAB (tidak bisa langsung diminum) maka e-coli yang dipersyaratkan minimal 10 per 100 ml (Permenkes 416).
Pengetahuan masyarakat terhadap bakteri E. coli agaknya memang masih kurang. Bakteri jenis ini merupakan indikator utama terjadinya pencemaran suatau media oleh tinja, sehingga dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan bagai kita.
Berikut beberapa informasi yang terkait dengan jenis bakteri ini :
Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia. Oleh karena itu, dikenal juga dengan istilah koli tinja, sedangkan Enterobacter aerogenes biasanya ditemukan pada hewan atau tanam-tanaman yang telah mati. Bakteri Escherechia coli merupakan mikroorganisme normal yang terdapat dalam kotoran manusia, baik sehat maupun sakit. Dalam satu gram kotoran manusia terdapat sekitar seratus juta bakteri E. coli.
Bakteri berasal dari kata “Bakterion” (Yunani = batang kecil). Berdasarkan Klasifikasi, bakteri digolongkan dalam Divisio Schizomycetes. Escherichia coli (E. coli ) adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif, ditemukan oleh Theodor Escherich (tahun 1885). Hidup pada tinja dan menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, seperti diare, muntaber serta masalah pencernaan lainnya. Bakteri ini banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam penanganannya.
Secara garis besar klasifikasi bakteri E.coli , berasal dari Filum Proteobacteria, Kelas Gamma Proteobacteria, Ordo Enterobacteriales, Familia Enterobacteriaceae, Genus Escherichia, Spesies Escherichia coli. Secara morfologi E.coli merupakan kuman berbentuk batang pendek, gemuk, berukuran 2,4 µ x 0,4 sampai 0,7 µ , Gram-negatif, tak bersimpai , Bergerak aktif dan tidak berspora.
Bakteri E.coli merupakan organisme penghuni utama di usus besar, hidupnya komensal dalam kolon manusia dan diduga berperan dalam pembentukan vitamin K yang berperan penting untuk pembekuan darah.
Dari berbagai penelitian menunjukkan, beberapa galur atau strain dari bakteri E. coli juga dapat menyebabkan wabah diare atau muntaber, terutama pada anak-anak. Bakteri penyebab penyakit yang cukup berbahaya ini diklasifikasikan berdasarkan karakteristik sifat-sifat virulensinya.
Setiap kelompok dapat menyebabkan penyakit diare melalui mekanisme yang berbeda-beda. Kelompok E. coli tersebut di antaranya adalah sebagai berikut ( sebagian besar tulisan merupakan kutipan dari buku manual pemberantasan penyakit menular)
E. coli enteropatogen (EPEC)
Merupakan penyebab diare terpenting pada bayi, terutama di negara berkembang. Mekanismenya adalah dengan cara melekatkan dirinya pada sel mukosa usus kecil dan membentuk filamentous actin pedestal sehingga menyebabkan diare cair (“Watery diarrheae”) yang bisa sembuh dengan sendirinya atau berlanjut menjadi kronis.
Distribusi Penyakit ; Sejak akhir tahun 1960-an, EPEC tidak lagi sebagai penyebab utama diare pada bayi di Amerika Utara dan Eropa. Namun EPEC masih sebagai penyebab utama diare pada bayi di beberapa Negara sedang berkembang seperti Amerika Selatan, Afrika bagian Selatan dan Asia. Reservoir : - Manusia . Cara Penularan ; Dari makanan bayi dan makanan tambahan yang terkontaminasi.
Di tempat perawatan bayi, penularan dapat terjadi melalui ala-alat dan tangan yang terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar diabaikan. Masa Inkubasi ; Berlangsung antara 9 – 12 jam pada penelitian yang dilakukan di kalangan dewasa. Tidak diketahui apakah lamanya masa inkubasi juga sama pada bayi yang tertular secara alamiah.
Masa Penularan ; Tergantung lamanya ekskresi EPEC melalui tinja dan dapat berlangsung lama. Kerentanan dan Kekebalan ; Walaupun fakta menunjukkan bahwa mereka yang rentan terhadap infeksi adalah bayi namun tidak diketahui apakah hal ini disebabkan oleh faktor kekebalan ataukah ada hubungannya dengan faktor umur atau faktor lain yang tidak spesifik.
Oleh karena itu diare ini dapat ditimbulkan melalui percobaan pada sukarelawan dewasa maka kekebalan spesifik menjadi penting dalam menentukan tingkat kerentanan. Infeksi EPEC jarang terjadi pada bayi yang menyusui (mendapat ASI). Diare seperti ini dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotika.
E. coli enterotoksigenik (ETEC)
Merupakan penyebab diare umum pada bayi di negara berkembang seperti Indonesia. Berbeda dengan EPEC, E. coli jenis ini memproduksi beberapa jenis eksotoksin yang tahan maupun tidak tahan panas di bawah kontrol genetis plasmid.
Pada umumnya, eksotoksin yang dihasilkan bekerja dengan cara merangsang sel epitel usus untuk menyekresi banyak cairan sehingga terjadi diare. Identifikasi ; Penyebab utama “Travelers diarrhea” orang-orang dari negara maju yang berkunjung ke negara berkembang.
Penyakit ini juga sebagai penyebab utama dehidrasi pada bayi dan anak di negara berkembang. Strain enterotoksigenik dapat mirip dengan Vibrio cholerae dalam hal menyebabkan diare akut yang berat (profuse watery diarrhea) tanpa darah atau lendir (mucus).
Gejala lain berupa kejang perut, muntah, asidosis, lemah dan dehidrasi dapat terjadi, demam ringan dapat/tidak terjadi; gejala biasanya berakhir lebih dari 5 hari. ETEC dapat diidentifikasi dengan membuktikan adanya produksi enterotoksin dengan teknik immunoassays, bioasay atau dengan teknik pemeriksaan probe DNA yang mengidentifikasikan gen LT dan ST (untuk toksin tidak tahan panas dan toksin tahan panas) dalam blot koloni. Penyebab Penyakit ; ETEC yang membuat enterotoksin tidak tahan panas (a heat labile enterotoxin = LT) atau toksin tahan panas ( a heat stable toxin = ST) atau memproduksi kedua toksin tersebut (LT/ST).
Distribusi Penyakit ; Penyakit yang muncul terutama di negara yang sedang berkembang. Dalam 3 tahun pertama dari kehidupan, hampir semua anak-anak di negara-negara berkembang mengalami berbagai macam infeksi ETEC yang menimbulkan kekebalan; oleh karena itu penyakit ini jarang menyerang anak yang lebih tua dan orang dewasa. Infeksi terjadi diantara para pelancong yang berasal dari negara-negara maju yang berkunjung ke negara-negara berkembang. Beberapa KLB ETEC baru-baru ini terjadi di Amerika Serikat. Reservoir ; Manusia. Infeksi ETEC terutama oleh spesies khusus; manusia merupakan reservoir strain penyebab diare pada manusia.
Cara Penularan ; Melalui makanan yang tercemar dan jarang, air minum yang tercemar. Khususnya penularan melalui makanan tambahan yang tercemar merupakan cara penularan yang 165 paling penting terjadinya infeksi pada bayi. Penularan melalui kontak langsung tangan yang tercemar tinja jarang terjadi.
E. coli enterohemoragik (EHEC) dan galur yang memproduksi verotoxin (VTEC).
Di Negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, VTEC menyebabkan sejumlah kejadian luar biasa diare dan kolitis hemoragik. Penyakit ini bersifat akut dan bisa sembuh spontan, penyakit ini ditandai dengan gejala nyeri abdomen, diare disertai darah, gejala seperti ini merupakan komplikasi dari diare ringan. Identifikasi ;
Kategori E. coli penyebab diare ini dikenal pada tahun 1982 ketika terjadi suatu KLB colitis hemoragika di Amerika Serikat yang disebabkan oleh serotipe yang tidak lazim, E. coli O157:H7 yang sebelumnya tidak terbukti sebagai patogen enterik. Diare dapat bervariasi mulai dari yang ringan tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan jelas dalam tinja tetapi tidak mengandung lekosit.
Yang paling ditakuti dari infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik (HUS) dan purpura trombotik trombositopenik (TTP). Kira-kira 2-7% dari diare karena EHEC berkembang lanjut menjadi HUS. EHEC mengeluarkan sitotoksin kuat yang disebut toksin Shiga 1 dan 2. Toksin Shiga 1 identik dengan toksin Shiga yang dikeluarkan oleh Shigella dysentriae 1 (sumber : http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/05/eschericia-coli.html)
Selasa, 24 Februari 2009
SUSUNAN PENGURUS FORUM SANITARIAN SEMARANG 2008 - 2011
Forum Komunikasi Sanitarian RS se Kota Semarang vakum tidak ada kegiatan sekian lamanya, dan akhirnya pada 22 Oktober 2008 pada Rapat Petugas Sanitasi RS / RSB se Kota Semarang dalam rangka persiapan Adipura tahun 2008, Forum Komunikasi Sanitarian di pertanyakan keberadaanya. Hal ini mendorong pengurus yang vakum untuk bertemu pada 28 Oktober 2008 di DKK untuk merencanakan pertemuan membahas reorganisasi Forum Komunikasi Sanitarian tersebut (hadir DKK Much Haryono, RSRSUP Dr. Kariadi (Estri Irawati, SKM), RS. Telogorejo (Nubertus Suharno), RS. Panti Wilasa Citarum (Handoko, SSi), RS. Panti Wilasa Dr. Cipto (Ari Pidanto). Dan akhirnya pada tanggal 25 November 2008 diundang RS, RB dan Puskesmas se Kota Semarang untuk membahas reorganisasi Forum Komunikasi Sanitarian dihadir 52 sanitarian, dan ada beberapa keputusan antara lain : perubahan nama forum komunikasi, susunan pengurus masih mengacu yang lama dengan penambahan beberapa orang baru, waktu pertemuan berubah periodenya, keanggotaan lebih terbuka.
Inilah susunan Pengurus Forum Sanitarian Semarang periode 2008 - 2011 :
Pembina : Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang
Ketua I : Estri Irawati, SKM, MKes (RSUP. Dr. Kariadi)
Ketua II : Haryanto (RS. Roemani)
Sekretaris I : Handoko, SSi (RS. Panti Wilasa Citarum)
Sekretaris II : Satida Fargiani, S.KM, M.Kes (Dinas Kesehatan Kota Semarang)
Bendahara I : Yuli Kurniasih Purwanti, SKM (Puskesmas Mijen)
Bendahara II : Emy Yuni Astuti (RSI Sultan Agung)
Sie Dana : 1. Riezka Amalia (RSUD Kota Semarang)
2. Ida Wuryaningsih (RSB. Gunung Sawo)
Sie Ilmiah : 1. Nubertus Suharno (RS. Telogorejo)
2. Tri Rohadi, SKM (RSUP. Dr. Kariadi)
3. Ari Pidanto (RS. Panti Wilasa Dr. Cipto)
Inilah susunan Pengurus Forum Sanitarian Semarang periode 2008 - 2011 :
Pembina : Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang
Ketua I : Estri Irawati, SKM, MKes (RSUP. Dr. Kariadi)
Ketua II : Haryanto (RS. Roemani)
Sekretaris I : Handoko, SSi (RS. Panti Wilasa Citarum)
Sekretaris II : Satida Fargiani, S.KM, M.Kes (Dinas Kesehatan Kota Semarang)
Bendahara I : Yuli Kurniasih Purwanti, SKM (Puskesmas Mijen)
Bendahara II : Emy Yuni Astuti (RSI Sultan Agung)
Sie Dana : 1. Riezka Amalia (RSUD Kota Semarang)
2. Ida Wuryaningsih (RSB. Gunung Sawo)
Sie Ilmiah : 1. Nubertus Suharno (RS. Telogorejo)
2. Tri Rohadi, SKM (RSUP. Dr. Kariadi)
3. Ari Pidanto (RS. Panti Wilasa Dr. Cipto)
Senin, 19 Januari 2009
Tas Mungil dari Kemasan Plastik
Kemasan plastik tidak selalu berakhir menjadi sampah. Kemasan plastik bisa dirangkai jadi tas cantik. Simak tips kreasi berikut ini.
Kita semua tahu bahwa sampah plastik adalah jenis sampah yang paling sulit diuraikan oleh tanah. Jika Anda membuang sampah plastik hari ini, hingga 80 tahun mendatang pun sampah plastik ini pun belum bisa teruraikan. Padahal, hampir semua produk kebutuhan rumah tangga menggunakan pembungkus plastik. Jadi, terbayang kan berapa banyak sampah plastik terbuang setiap harinya?
Untuk mencegah penumpukan sampah plastik, kita sebenarnya bisa mencoba mengurangi dampak buruknya. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkannya kembali. Sampah plastik bisa diolah menjadi barang-barang bermanfaat, seperti tas atau dompet. Hasilnya tak kalah cantik dengan tas-tas berbahan kain.
Dengan membuat tas berbahan kemasan plastik ini, Anda bisa mendapat dua manfaat. Selain mendapat tas cantik, Anda pun sudah turut berpartisipasi menyelamatkan lingkungan dari ancaman sampah plastik.
Ingin tahu cara membuatnya? Kami sajikan untuk Anda.
Alat dan bahan:
1.4 kemasan plastik 450 ml dengan corak dan warna yang senada (2 buah untuk sisi depan dan belakang, 2 buah lagi untuk sisi kiri dan kanan).
2.50cm bisban dengan ukuran lebar 3cm untuk tali tas.
3.1m bisban dengan ukuran lebar 2cm.
4.4cm perekat
5.30cm renda katun sebagai pemanis.
6.Jarum (ukuran 16) dan benang jahit berwarna senada.
Langkah pengerjaan:
1.Bersihkan kemasan plastik dari segala noda dan kotoran. Untuk membersihkannya Anda bisa menggunakan kertas tisu. Jika noda sulit dibersihkan, Anda bisa merendam plastik di dalam air hangat. Jangan menggunakan air yang terlalu panas, karena akan merusak tekstur plastik.
2.Gunting dua buah kemasan dengan ukuran yang diinginkan. Usahakan potongan kedua kemasan plastik memiliki ukuran yang sama.
3.Gunting dua kemasan lain (untuk sisi kiri dan kanan) menjadi dua bagian lebarnya (7cm).
4.Pasang dan jahit perekat, dengan menggunakan mesin jahit, pada bagian dalam masing sisi depan dan belakang.
5.Pasang dan jahit bisban lebar 3cm pada bagian permukaan plastik (sisi depan dan belakang), sebagai tali tas.
6.Kemudian pasang dan jahit renda katun sekaligus bisban pada sisi atas lembar kemasan plastik. Lakukan langkah ini pada kemasan plastik untuk sisi depan dan belakang.
7.Sambungkan kedua kemasan plastik yang sudah dipotong berukuran 7cm (untuk sisi kiri dan kanan tas). Sehingga membentuk lembaran panjang.
8.Hubungkan dan sambung dengan jahitan mesin, bagian tadi (no.7) dengan lembaran plastik untuk sisi depan dan belakang.
9.Lalu pasang bisban pada seluruh tepinya. Jadilah sebuah tas mungil nan cantik, berbahan kemasan plastik. Cara yang sama juga bisa Anda lakukan untuk tas yang berukuran lebih besar, lho. Tinggal ganti ukurannya saja. Selamat berkreasi !
Kita semua tahu bahwa sampah plastik adalah jenis sampah yang paling sulit diuraikan oleh tanah. Jika Anda membuang sampah plastik hari ini, hingga 80 tahun mendatang pun sampah plastik ini pun belum bisa teruraikan. Padahal, hampir semua produk kebutuhan rumah tangga menggunakan pembungkus plastik. Jadi, terbayang kan berapa banyak sampah plastik terbuang setiap harinya?
Untuk mencegah penumpukan sampah plastik, kita sebenarnya bisa mencoba mengurangi dampak buruknya. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkannya kembali. Sampah plastik bisa diolah menjadi barang-barang bermanfaat, seperti tas atau dompet. Hasilnya tak kalah cantik dengan tas-tas berbahan kain.
Dengan membuat tas berbahan kemasan plastik ini, Anda bisa mendapat dua manfaat. Selain mendapat tas cantik, Anda pun sudah turut berpartisipasi menyelamatkan lingkungan dari ancaman sampah plastik.
Ingin tahu cara membuatnya? Kami sajikan untuk Anda.
Alat dan bahan:
1.4 kemasan plastik 450 ml dengan corak dan warna yang senada (2 buah untuk sisi depan dan belakang, 2 buah lagi untuk sisi kiri dan kanan).
2.50cm bisban dengan ukuran lebar 3cm untuk tali tas.
3.1m bisban dengan ukuran lebar 2cm.
4.4cm perekat
5.30cm renda katun sebagai pemanis.
6.Jarum (ukuran 16) dan benang jahit berwarna senada.
Langkah pengerjaan:
1.Bersihkan kemasan plastik dari segala noda dan kotoran. Untuk membersihkannya Anda bisa menggunakan kertas tisu. Jika noda sulit dibersihkan, Anda bisa merendam plastik di dalam air hangat. Jangan menggunakan air yang terlalu panas, karena akan merusak tekstur plastik.
2.Gunting dua buah kemasan dengan ukuran yang diinginkan. Usahakan potongan kedua kemasan plastik memiliki ukuran yang sama.
3.Gunting dua kemasan lain (untuk sisi kiri dan kanan) menjadi dua bagian lebarnya (7cm).
4.Pasang dan jahit perekat, dengan menggunakan mesin jahit, pada bagian dalam masing sisi depan dan belakang.
5.Pasang dan jahit bisban lebar 3cm pada bagian permukaan plastik (sisi depan dan belakang), sebagai tali tas.
6.Kemudian pasang dan jahit renda katun sekaligus bisban pada sisi atas lembar kemasan plastik. Lakukan langkah ini pada kemasan plastik untuk sisi depan dan belakang.
7.Sambungkan kedua kemasan plastik yang sudah dipotong berukuran 7cm (untuk sisi kiri dan kanan tas). Sehingga membentuk lembaran panjang.
8.Hubungkan dan sambung dengan jahitan mesin, bagian tadi (no.7) dengan lembaran plastik untuk sisi depan dan belakang.
9.Lalu pasang bisban pada seluruh tepinya. Jadilah sebuah tas mungil nan cantik, berbahan kemasan plastik. Cara yang sama juga bisa Anda lakukan untuk tas yang berukuran lebih besar, lho. Tinggal ganti ukurannya saja. Selamat berkreasi !
Langganan:
Postingan (Atom)