Selasa, 02 Desember 2008

ECOPLAS Tas Ramah Lingkungan dari Singkong

Persoalan sampah tak semata terkait soal kuantitas atau banyaknya tumpukan sampah. Namun mencakup juga kualitas atau jenis sampah. Kebanyakan sampah keluarga, khususnya dari jenis sampah anorganik, adalah berupa plastik pembungkus makanan yang dikonsumsi setiap hari. Seperti yang sudah diketahui masyarakat, plastik adalah bahan yang sangat sulit terurai. Sementara setiap keluarga tidak bisa terlepas dari sampah plastik setiap harinya. Untuk itu perlu ada solusi dan tidak sekedar bagi para konsumen (masyarakat), namun juga para produsen (pengusaha) agar menghindari atau mengurangi penggunaan plastik sebagai alat pembungkus produk tertentu. Salah satu tindakan mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan pemakaian produk plastik ramah lingkungan. Salah satu LSM Indonesia yaitu Dana Mitra Lingkungan (DML) telah meluncurkan produk plastik ramah lingkungan bernama Ecoplas. Sebelumnya Ecoplas ini bernama BioBag yang telah terlebih dahulu dikenal masyarakat.

Ramah Lingkungan

Ecoplas adalah kantong ramah lingkungan yang merupakan inovasi baru dengan rancangan yang menarik dan harga terjangkau yang dibuat dengan menggunakan bahan resin BE+. Tas jenis ini diproduksi dengan penghematan bahan bakar/energi. BE+ atau Biodegradable Resin adalah resin baru yang dikembangkan dan diciptakan di Indonesia oleh putra Indonesia yang mengandung 50 persen tepung singkong Indonesia beserta sumber-sumber alami lain yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. Resin BE+ sudah dipatenkan dan diharapkan dapat menjadi pilihan alternatif selain resin-resin lain yang sudah dikenal masyarakat. Reseach Management Coordinator DML Eko Junaedi mengatakan, tas plastik pada umumnya memerlukan waktu 1000 tahun untuk terurai, sementara Ecoplas hanya memerlukan waktu 10 pekan untuk terurai dalam tanah tropik. "Hal ini berdasarkan laporan tes yang dilakukan Sucofindo/SGS," tuturnya.

Pemasaran Ecoplas

DMI menyediakan dua tipe Ecoplas yaitu die cut dan soft loop. Terdapat perbedaan ketebalan dan harga pada kedua tipe tersebut. Soft loop lebih tebal dan pada bagian pegangan (handle) lebih kuat dari die cut. Sementara harga untuk tipe die cut/pack (isi 50 pcs) adalah Rp 42.000 dan tipe soft loop/pack (isi 50 Pcs) Rp 60.000. Spesifikasi Ecoplas yaitu ukuran: 39,5cm x 31cm x 11cm (P x L x gussets/lipatan bawah). Berat: 1,1 kg/pack atau 22 gr/pcs. Tas ramah lingkungan ini dapat diperoleh melalui Dana Mitra Lingkungan dengan menghubungi nomor telepon (021)
724.8884. Menurut Eko, Ecoplas dapat dikirim ke seluruh wilayah di Indonesia. "Ongkos kirim akan ditambahkan pada harga Ecoplas yang disesuaikan dengan jarak dan pilihan prioritas pengiriman," ungkapnya. Eko mengatakan, saat ini tidak ada yang bisa melarang orang menggunakan plastik sebagai bahan yang tidak mudah terurai. "Untuk itu perlu ada solusi, yaitu menciptakan plastik yang mudah terurai," jelasnya. Dengan menggunakan Ecoplas atau kantong ramah lingkungan lainnya, berarti kita turut berpartisipasi menjaga kelestarian lingkungan sekitar kita. 􀂄 Majalah PERCIK No.23 Agustus 2008

UU No 18 Th 2008 Tentang PENGELOLAAN SAMPAH

Sudah sejak 2003 masyarakat yang mendambakan lingkungan bersih dan sehat menanti kehadiran undang-undang persampahan. Penantian panjang itu akhirnya berakhir juga. Pada 9 April 2008, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Sampah disetujui Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Undang-undang hasil naskah akademis tim dari Kementerian Lingkungan Hidup ini bernama Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. UU ini merupakan upaya pemerintah dalam memberikan jaminan kehidupan yang baik dan sehat kepada masyarakat Indonesia.

Latar Belakang Terbitnya UU Pengelolaan Sampah

Seiring pertambahan penduduk, sampah yang dihasilkan semakin bertambah. Namun, pertambahan sampah tersebut tidak terbatas pada volume semata karena mencakup juga jenis dan kualitasnya. Sementara metode pengelolaan sampah saat ini pada umumnya masih dengan cara membuang sampah secara langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Bermacam masalah pun hadir tak sekedar persoalan kebersihan dan pencemaran lingkungan, namun sudah masuk ke wilayah sosial yaitu perselisihan antarwarga di sekitar TPA. Parahnya, hampir semua kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil, tidak memiliki penanganan sampah yang baik.

Penanganan kebanyakan dengan manajemen yang sama, kumpul-angkut-buang. Suatu pengaturan klasik yang sudah seharusnya diakhiri. Karena terbukti cara ini memiliki kelemahan
dan cenderung merugikan. Tidak hanya bagi lingkungan tapi juga bagi masyarakat di sekitar lokasi pembuangan. Tentu kita masih ingat bencana ledakan di TPA sampah di Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat yang menelan korban ratusan orang. Belum lagi konflik masyarakat di sekitar lokasi tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bojong, Bogor, Jawa Barat atau TPA Bantar Gebang di Bekasi yang sudah kerap menghiasi media massa. Belum lagi beberapa persoalan persampahan di kota-kota lain. Hal ini tidak hanya berdampak pada satu kota saja tapi berkaitan antarkota. Untuk itu, penting segera diterbitkan UU persampahan. Dengan diundangkannya Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah ini dimaksudkan untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang berhasil guna dan berdaya guna, sehat, aman dan ramah lingkungan. Hal penting yang diatur dalam UU ini adalah perubahan paradigma dalam pengelolaan sampah yang semula sekedar mengumpulkan, mengangkut dan membuang sampah ke TPA berganti menjadi pengelolan sampah dengan menerapkan prinsip 4 R (reduce, reuse, recycle, recover).

Revolusi Pengelolaan Sampah

Istilah ini muncul dari Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar yang mengatakan bahwa UU Pengelolaan Sampah merupakan revolusi pengelolaan sampah yang diharapkan dalam waktu yang tidak lama, masyarakat mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Seperti yang terdapat pada Pasal 4 yang mengatakan bahwa "Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya". Dengan diberlakukannya UU Pengelolaan Sampah sejak diundangkannya dalam lembaran negara, penanganan sampah di Indonesia diatur dengan paradigma baru. Semua pihak bertanggung jawab terhadap sampah, baik masyarakat, pemerintah maupun pemangku kepentingan yang berkaitan dengan keberadaan sampah.

Seperti diketahui, selama ini sebagian besar masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan dengan metode kumpul-angkut-buang. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi, misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.

Tanggung Jawab Pengelolaan Sampah

Dalam undang-undang ini, tidak hanya pemerintah saja yang bertanggung jawab terhadap persoalan persampahan. Masyarakat (rumah tangga) dan pihak swasta (produsen sampah) pun wajib mengelola sampah dengan aturan yang sudah ditentukan. Aturan ini terdapat pada Pasal 12 ayat (1) yang mengatakan bahwa "Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan". Sementara pada Pasal 13 menyebutkan "Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah". Dengan kata lain, undang-undang itu memaksa masyarakat untuk melakukan daur ulang dalam pengelolaan sampah. Tentu bila tidak mengelola sampah akan dikenai sanksi sesuai peraturannya. Hal lain yang menarik dalam undang-undang sampah ini berkenaan aturan bagi para produsen seperti yang tercantum dalam Pasal 14 dan 15. Seperti kewajiban yang dibebankan pada masyarakat, produsen pun diwajibkan mengelola kemasan dari barang yang diproduksi yang tidak dapat atau sulit terurai oleh alam. Pemerintah akan melakukan mekanisme punishment and reward kepada perusahaan yang melanggar dan tidak menjalankan pengolahan sampah. Tak terkecuali pada masyarakat baik secara individu maupun komunitas.

Kewajiban Pemerintah Daerah

Sebelum diundangkannya UU No. 18 Tahun 2008, tidak ada standar aturan yang tegas mengenai pengelolaan sampah di setiap kabupaten/kota atau provinsi di Indonesia. Semua daerah berpegangan pada peraturan daerah masing-masing, sehingga penanganan sampah pun berbeda-beda. Parahnya, pemerintah daerah terjebak pada masalah retribusi dan sanksi-sanksi (denda) untuk meningkatkan pendapatan daerah masing-masing dibanding tanggung jawab manajemen pengolahan sampah untuk kepentingan bersama. Melalui undang-undang inilah konsep dasar berkaitan pembenahan penanganan sampah di Indonesia bisa terwujud segera. Tentu setelah diterbitkannya peraturan pemerintah sebagai pedoman pelaksana undang-undang tersebut. Untuk kemudian diikuti peraturan daerah yang berpedoman pada aturan yang lebih tinggi tingkatannya. Secara tersurat Undang-Undang Pengelolaan Sampah memaksa pemimpin daerah mengelola sampah bila tak ingin digugat atau terkena sanksi. Aturan ini mewajibkan pemerintah daerah menangani sampah di wilayahnya. Pada Pasal 5 disebutkan "Pemerintah dan pemerintah daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah
yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini". Kondisi bersih dan sehatnya suatu daerah dari persoalan sampah memang bergantung pada niat dan minat pemimpin daerahnya. Untuk urusan pengawasan pengelolaan sampah dalam undang-undang ini diatur dengan cara pengawasan bertingkat seperti yang tercantum pada Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2). Sederet kewajiban bagi pemerintah dan pemerintah daerah berkenaan dengan pengelolaan sampah terdapat dalam undangundang yang pertama kali mengatur soal sampah ini. Tentu semua pihak berharap, dengan diberlakukannya undang-undang mengenai pengelolaan sampah akan mampu mengurangi persoalan sampah di seluruh wilayah Nusantara. Semoga dimasa yang akan datang, Indonesia menjadi negara yang tidak lagi meributkan soal sampah tapi justru mampu membuka peluang kerja dari pengelolaan sampah ini. 􀂄 Majalah PERCIK No.23 Agustus 2008

Download UU PENGELOLAAN SAMPAH