Selasa, 02 Desember 2008

ECOPLAS Tas Ramah Lingkungan dari Singkong

Persoalan sampah tak semata terkait soal kuantitas atau banyaknya tumpukan sampah. Namun mencakup juga kualitas atau jenis sampah. Kebanyakan sampah keluarga, khususnya dari jenis sampah anorganik, adalah berupa plastik pembungkus makanan yang dikonsumsi setiap hari. Seperti yang sudah diketahui masyarakat, plastik adalah bahan yang sangat sulit terurai. Sementara setiap keluarga tidak bisa terlepas dari sampah plastik setiap harinya. Untuk itu perlu ada solusi dan tidak sekedar bagi para konsumen (masyarakat), namun juga para produsen (pengusaha) agar menghindari atau mengurangi penggunaan plastik sebagai alat pembungkus produk tertentu. Salah satu tindakan mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan pemakaian produk plastik ramah lingkungan. Salah satu LSM Indonesia yaitu Dana Mitra Lingkungan (DML) telah meluncurkan produk plastik ramah lingkungan bernama Ecoplas. Sebelumnya Ecoplas ini bernama BioBag yang telah terlebih dahulu dikenal masyarakat.

Ramah Lingkungan

Ecoplas adalah kantong ramah lingkungan yang merupakan inovasi baru dengan rancangan yang menarik dan harga terjangkau yang dibuat dengan menggunakan bahan resin BE+. Tas jenis ini diproduksi dengan penghematan bahan bakar/energi. BE+ atau Biodegradable Resin adalah resin baru yang dikembangkan dan diciptakan di Indonesia oleh putra Indonesia yang mengandung 50 persen tepung singkong Indonesia beserta sumber-sumber alami lain yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. Resin BE+ sudah dipatenkan dan diharapkan dapat menjadi pilihan alternatif selain resin-resin lain yang sudah dikenal masyarakat. Reseach Management Coordinator DML Eko Junaedi mengatakan, tas plastik pada umumnya memerlukan waktu 1000 tahun untuk terurai, sementara Ecoplas hanya memerlukan waktu 10 pekan untuk terurai dalam tanah tropik. "Hal ini berdasarkan laporan tes yang dilakukan Sucofindo/SGS," tuturnya.

Pemasaran Ecoplas

DMI menyediakan dua tipe Ecoplas yaitu die cut dan soft loop. Terdapat perbedaan ketebalan dan harga pada kedua tipe tersebut. Soft loop lebih tebal dan pada bagian pegangan (handle) lebih kuat dari die cut. Sementara harga untuk tipe die cut/pack (isi 50 pcs) adalah Rp 42.000 dan tipe soft loop/pack (isi 50 Pcs) Rp 60.000. Spesifikasi Ecoplas yaitu ukuran: 39,5cm x 31cm x 11cm (P x L x gussets/lipatan bawah). Berat: 1,1 kg/pack atau 22 gr/pcs. Tas ramah lingkungan ini dapat diperoleh melalui Dana Mitra Lingkungan dengan menghubungi nomor telepon (021)
724.8884. Menurut Eko, Ecoplas dapat dikirim ke seluruh wilayah di Indonesia. "Ongkos kirim akan ditambahkan pada harga Ecoplas yang disesuaikan dengan jarak dan pilihan prioritas pengiriman," ungkapnya. Eko mengatakan, saat ini tidak ada yang bisa melarang orang menggunakan plastik sebagai bahan yang tidak mudah terurai. "Untuk itu perlu ada solusi, yaitu menciptakan plastik yang mudah terurai," jelasnya. Dengan menggunakan Ecoplas atau kantong ramah lingkungan lainnya, berarti kita turut berpartisipasi menjaga kelestarian lingkungan sekitar kita. 􀂄 Majalah PERCIK No.23 Agustus 2008

UU No 18 Th 2008 Tentang PENGELOLAAN SAMPAH

Sudah sejak 2003 masyarakat yang mendambakan lingkungan bersih dan sehat menanti kehadiran undang-undang persampahan. Penantian panjang itu akhirnya berakhir juga. Pada 9 April 2008, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Sampah disetujui Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Undang-undang hasil naskah akademis tim dari Kementerian Lingkungan Hidup ini bernama Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. UU ini merupakan upaya pemerintah dalam memberikan jaminan kehidupan yang baik dan sehat kepada masyarakat Indonesia.

Latar Belakang Terbitnya UU Pengelolaan Sampah

Seiring pertambahan penduduk, sampah yang dihasilkan semakin bertambah. Namun, pertambahan sampah tersebut tidak terbatas pada volume semata karena mencakup juga jenis dan kualitasnya. Sementara metode pengelolaan sampah saat ini pada umumnya masih dengan cara membuang sampah secara langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Bermacam masalah pun hadir tak sekedar persoalan kebersihan dan pencemaran lingkungan, namun sudah masuk ke wilayah sosial yaitu perselisihan antarwarga di sekitar TPA. Parahnya, hampir semua kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil, tidak memiliki penanganan sampah yang baik.

Penanganan kebanyakan dengan manajemen yang sama, kumpul-angkut-buang. Suatu pengaturan klasik yang sudah seharusnya diakhiri. Karena terbukti cara ini memiliki kelemahan
dan cenderung merugikan. Tidak hanya bagi lingkungan tapi juga bagi masyarakat di sekitar lokasi pembuangan. Tentu kita masih ingat bencana ledakan di TPA sampah di Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat yang menelan korban ratusan orang. Belum lagi konflik masyarakat di sekitar lokasi tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bojong, Bogor, Jawa Barat atau TPA Bantar Gebang di Bekasi yang sudah kerap menghiasi media massa. Belum lagi beberapa persoalan persampahan di kota-kota lain. Hal ini tidak hanya berdampak pada satu kota saja tapi berkaitan antarkota. Untuk itu, penting segera diterbitkan UU persampahan. Dengan diundangkannya Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah ini dimaksudkan untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang berhasil guna dan berdaya guna, sehat, aman dan ramah lingkungan. Hal penting yang diatur dalam UU ini adalah perubahan paradigma dalam pengelolaan sampah yang semula sekedar mengumpulkan, mengangkut dan membuang sampah ke TPA berganti menjadi pengelolan sampah dengan menerapkan prinsip 4 R (reduce, reuse, recycle, recover).

Revolusi Pengelolaan Sampah

Istilah ini muncul dari Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar yang mengatakan bahwa UU Pengelolaan Sampah merupakan revolusi pengelolaan sampah yang diharapkan dalam waktu yang tidak lama, masyarakat mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Seperti yang terdapat pada Pasal 4 yang mengatakan bahwa "Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya". Dengan diberlakukannya UU Pengelolaan Sampah sejak diundangkannya dalam lembaran negara, penanganan sampah di Indonesia diatur dengan paradigma baru. Semua pihak bertanggung jawab terhadap sampah, baik masyarakat, pemerintah maupun pemangku kepentingan yang berkaitan dengan keberadaan sampah.

Seperti diketahui, selama ini sebagian besar masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan dengan metode kumpul-angkut-buang. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi, misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.

Tanggung Jawab Pengelolaan Sampah

Dalam undang-undang ini, tidak hanya pemerintah saja yang bertanggung jawab terhadap persoalan persampahan. Masyarakat (rumah tangga) dan pihak swasta (produsen sampah) pun wajib mengelola sampah dengan aturan yang sudah ditentukan. Aturan ini terdapat pada Pasal 12 ayat (1) yang mengatakan bahwa "Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan". Sementara pada Pasal 13 menyebutkan "Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah". Dengan kata lain, undang-undang itu memaksa masyarakat untuk melakukan daur ulang dalam pengelolaan sampah. Tentu bila tidak mengelola sampah akan dikenai sanksi sesuai peraturannya. Hal lain yang menarik dalam undang-undang sampah ini berkenaan aturan bagi para produsen seperti yang tercantum dalam Pasal 14 dan 15. Seperti kewajiban yang dibebankan pada masyarakat, produsen pun diwajibkan mengelola kemasan dari barang yang diproduksi yang tidak dapat atau sulit terurai oleh alam. Pemerintah akan melakukan mekanisme punishment and reward kepada perusahaan yang melanggar dan tidak menjalankan pengolahan sampah. Tak terkecuali pada masyarakat baik secara individu maupun komunitas.

Kewajiban Pemerintah Daerah

Sebelum diundangkannya UU No. 18 Tahun 2008, tidak ada standar aturan yang tegas mengenai pengelolaan sampah di setiap kabupaten/kota atau provinsi di Indonesia. Semua daerah berpegangan pada peraturan daerah masing-masing, sehingga penanganan sampah pun berbeda-beda. Parahnya, pemerintah daerah terjebak pada masalah retribusi dan sanksi-sanksi (denda) untuk meningkatkan pendapatan daerah masing-masing dibanding tanggung jawab manajemen pengolahan sampah untuk kepentingan bersama. Melalui undang-undang inilah konsep dasar berkaitan pembenahan penanganan sampah di Indonesia bisa terwujud segera. Tentu setelah diterbitkannya peraturan pemerintah sebagai pedoman pelaksana undang-undang tersebut. Untuk kemudian diikuti peraturan daerah yang berpedoman pada aturan yang lebih tinggi tingkatannya. Secara tersurat Undang-Undang Pengelolaan Sampah memaksa pemimpin daerah mengelola sampah bila tak ingin digugat atau terkena sanksi. Aturan ini mewajibkan pemerintah daerah menangani sampah di wilayahnya. Pada Pasal 5 disebutkan "Pemerintah dan pemerintah daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah
yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini". Kondisi bersih dan sehatnya suatu daerah dari persoalan sampah memang bergantung pada niat dan minat pemimpin daerahnya. Untuk urusan pengawasan pengelolaan sampah dalam undang-undang ini diatur dengan cara pengawasan bertingkat seperti yang tercantum pada Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2). Sederet kewajiban bagi pemerintah dan pemerintah daerah berkenaan dengan pengelolaan sampah terdapat dalam undangundang yang pertama kali mengatur soal sampah ini. Tentu semua pihak berharap, dengan diberlakukannya undang-undang mengenai pengelolaan sampah akan mampu mengurangi persoalan sampah di seluruh wilayah Nusantara. Semoga dimasa yang akan datang, Indonesia menjadi negara yang tidak lagi meributkan soal sampah tapi justru mampu membuka peluang kerja dari pengelolaan sampah ini. 􀂄 Majalah PERCIK No.23 Agustus 2008

Download UU PENGELOLAAN SAMPAH

Senin, 25 Agustus 2008

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN LIMBAH B3

Hari ini aku dapat fax. dari PT WASTEC INTERNATIONAL, yang berisi Perkenalan Pengolahan Limbah B3, karena aku penasaran maka langsung browsing, dan menemukan data-data beberapa perusahaan yg bergerak dalam pemusnahan limbah B3.

1. PT. WASTEC INTERNATIONAL

Bapak Denis Simon, Managing Director PT. Wastec International mengatakan saat ini jumlah industri yang mengolah limbah B3-nya di PT. Wastec International, telah menjadi pelanggan tetap berjumlah sebanyak 20 pelanggan, sementara itu klien yang sifatnya insidentil/tidak kontinyu berjumlah sebanyak 5 pelanggan.

PT. Wastec International adalah merupakan industri jasa pengolahan limbah B3 yang relatif baru, dan berdiri sejak tahun 2004 yang berlokasi di Cilegon-Provinsi Banten. Industri jasa ini mengolah jenis limbah B3 padat, sludge, dan cair. Jenis sludge yang diolah berasal dari IPAL (instalasi pengolahan air limbah), dan Paint Sludge dari industri cat dan farmasi.



Untuk limbah padat diolah dengan teknologi insinerasi, dengan suhu mencapai lebih dari 1200ΒΊC. Untuk mengurangi resiko lepasnya partikel limbah B3 ke media lingkungan PT. Wastec International melakukan dengan cara partikel yang akan dilepas ke atmosfer, dimasukkan ke dalam Cyclonic Scrubber, kemudian melalui proses pengendapan atau penyemprotan dengan air sehingga partikel limbah B3 tersebut diharapkan tidak lepas ke lingkungan. Kemudian airnya digunakan kembali (Reuse) untuk proses pengolahan. Abu yang dihasilkan dari proses insinerasi (sekitar 1-3% dari jumlah limbah B3 yang diolah) dikirim ke PT. PPLi.

PT. Wastec International berupaya melakukan pengembangan instalasi pengolahan limbah B3nya mengarah kepada 3R (reuse, recycle, dan recovery), sebagai contoh adalah kegiatan daur ulang komponen PCB (Printed Circuit Board). Selain itu PT. Wastec International juga merupakan industri pengolahan limbah B3 yang memiliki net prize sehingga pasar harus mengikuti harga yang telah ditentukan. Untuk menekan biaya pengolahan limbah B3 perlu menerapkan teknologi Recycle limbah B3. Limbah-limbah B3 yang masih memiliki nilai jual dimanfaatkan kembali sehingga harga pengolahan dapat ditekan.

2. PT. TEKNOTAMA LINGKUNGAN INTERNUSA : OLAH KUPRICLORIDA MENJADI KOAGULAN

PT. Teknotama Lingkungan Internusa telah menerapkan konsep 3R dalam visi pengelolaan limbah B3 sejak awal berdirinya, demikian terungkap dalam wawancara yang dilakukan redaksi dengan Ibu Elizabeth Santoso, PhD, Direktur Utama sekaligus pemilik jasa pengolahan limbah B3 tersebut.

Pada umumnya jenis limbah B3 yang diolah di PT. Teknotama Lingkungan Internusa adalah jenis limbah B3 cair. Salah satu hal yang menarik adalah limbah B3 Kupri Clorida (CuCl2) yang berasal dari PCB, dengan teknologi oksidasi diubah menjadi FeCl2 (Fero Clorida). Selanjutnya FeCL2 adalah merupakan koagulan untuk instalasi penjernihan air minum. Dalam istilah air minum, FerroClorida lebih terkenal dengan istilah PAC. Kebutuhan PAC bagi PDAM di Indonesia sangatlah tinggi sekali, mengingat instalasi penjernihan air yang ada umumnya menggunakan teknologi dan proses yang konvensional, yaitu koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi. PAC biasanya digunakan untuk menggantikan tawas (aluminium sulfat), PAC sangat cocok digunakan pada air baku yang pH-nya basa.

PT. Teknotama Lingkungan Internusa (PT. TLI) yang berdiri sejak tahun 1994 memiliki 20-30 pelanggan tetap. Jumlah limbah B3 yang diolah sekitar 1.500 ton/bulan. PT. TLI saat ini sedang mengembangkan juga teknologi pemanfaatan fly ash dan bottom ash dengan sistem drymix untuk memproduksi Conblock dan Paving Block, Oil Absorbent, dan Mortar.

3. PT. PPLi : PIONIR INDUSTRI MODERN PENGELOLAAN LIMBAH B3

PT. PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri) adalah merupakan pionir dalam industri pengolahan limbah B3 di Indonesia. PT. PPLi telah beroperasi selama 14 tahun. Sejak tahun 2004, volume dan jumlah limbah B3 yang diolah di PT. PPLi meningkat tajam, sebelum tahun 2004, rata-rata masih dibawah 50.000 ton per tahun, saat ini hampir mencapai 100.000 ton per tahun.

Penerimaan limbah B3 selama tahun 2006 selain dari limbah B3 yang berasal dari industri secara regular juga berasal dari kegiatan Clean Up (remediasi), termasuk yang berasal dari hasil pengawasan program PROPER. Limbah B3 yang diterima didominasi oleh industri kimia dan petrokimia, sedangkan kurang dari 10% berasal dari sektor migas selain itu industri automotif, elektronik, industri kertas, tekstil, farmasi dan kosmetik, logam dan non logam juga mengolah limbah B3-nya di PT. PPLI.

Informasi yang disampaikan oleh PT. PPLI bahwa jumlah penerimaan limbah B3 pada tahun 2006 sedikit menurun dibandingkan tahun 2005, bila ditinjau dari sisi tonnasenya, tetapi dari sisi volume mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa PT. PPLi mengalami peningkatan volume limbah B3 cair dibandingkan pada tahun 2005, sebagaimana terungkap dari diskusi redaksi dengan Pimpinan dari PT. PPLi pada tanggal 1 Maret 2007 yang lalu. Pada tahun 2006 jumlah klien dari PT. PPLi berjumlah sekitar 600 perusahaan. Dari jumlah limbah B3 yang diterima, masing-masing jenis pengolahan yang dilakukan antara lain:
· P-Chem dan Bioplant : (15%)
· Stabilization-Landfill : (70%)
· Recovery : (15%)

Disamping itu, PT, PPLi juga melakukan upaya pemanfaatan limbah B3, misalnya oli bekas, solvent yang mengandung kalori setelah melalui proses “blending”, dan digunakan sebagai alternatif bahan bakar di tanur semen (melalui uji pembakaran). Selain itu, limbah-limbah padat yang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku di tanur semen adalah fly ash, jenis spent katalis tertentu yang berbahan dasar Silica/Alumina.

4. PT. DONGWOO ENVIRONMENTAL INDONESIA “UNTUNG BERUBAH JADI BUNTUNG”

T. Dongwoo Environmental Indonesia (PT. DEI) harus dituntut secara pidana dan perdata apabila terbukti bersalah dalam kasus illegal dumping limbah B3 di Desa Pasir Gombong, Cikarang – Bekasi. Disamping itu, PT. DEI juga harus melakukan upaya pemulihan kualitas lingkungan dan penggantian biaya sosial dan rumah sakit kepada masyarakat yang terkena dampaknya, demikian kesimpulan rapat komisi VII-DPR RI dengan Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Rapat dipimpin oleh Bapak Sony Keraf, selaku wakil ketua komisi VII DPR-RI.

Hari minggu siang, tanggal 11 Juni 2006 yang terik itu adalah menjadi awal dari malapetaka terhadap operasi PT. DEI. Akibat dari kegiatan dumping limbah B3 yang dilakukan, sehingga mengakibatkan jatuhnya korban masyarakat berjumlah sekitar 200 orang. Umumnya korban tersebut mengalami pusing-pusing, gangguan pernafasan, mual-mual, dan bahkan ada yang pingsan.

Sebelum hari yang naas itu terjadi, PT. DEI adalah merupakan industri pengolahan limbah B3 yang sedang berada diatas angin. PT. DEI mempunyai pelanggan tetap, yang jumlah mencapai 300 – 350 perusahaan. Bisa dibayangkan, berapa untung yang dapat diraup PT. DEI. Namun, itulah riwayatnya, seperti lagunya Gesang : ”riwayatmu kini.......”. Untung yang diraup berubah seketika menjadi buntung. PT. DEI, akhirnya ditutup, karyawannya menganggur, dan yang paling penting adalah PT. DEI harus bertanggung jawab terhadap kejahatan ekologis yang disangkakan kepada mereka. Sehingga PT. DEI harus menjalani proses hukum, termasuk hari-hari mendatang.

PT.DEI adalah gambaran suram, dari bisnis jasa pengolahanan limbah B3. Ini tentu diakibatkan karena hanya memburu keuntungan, tidak taat terhadap aturan dan regulasi yang ada. Ini harus menjadi perhatian yang keras, bagi industri-industri jasa pengolahan limbah B3 lainnya.

(http://b3.menlh.go.id/bulletin/article.php?article_id=44)

Jumat, 08 Agustus 2008

GLOBAL WARMING and CLIMATE CRISIS


Pemanasan Global (Global Warming) dan Krisis Iklim (Climate Crisis) adalah dua isu global yang semakin sering didengungkan oleh berbagai pihak belakangan ini. Tetapi sayangnya porsi pemberitaan kedua topik yang sangat mendesak ini di media massa masih sangat minim. Untuk itulah buku kecil ini dibuat : untuk memberikan pengetahuan kepada pembacanya mengenai pemanasan global, bahayanya, serta solusi untuk mengeremnya.

Itulah cuplikan Prakata dari buku Global Warming Mengancam Keselamatan Planet Bumi, buku yang cukup menarik dan patut dibaca apalagi gratis, anda dapat mendownloadnya langsung klik gambar disamping ini


Dengan isi antara lain :
Global Warming ; apa dan Bagaimana ?
Aninconvenienttruth ; sebuah film yang wajib anda tonton !
Global Warming ; ancaman terbesar planet bumi
Mencairnya Methane Hydrates = Kiamat ???
Seberapa Seriuskah Global Warming
Adakah Solusinya ?
Egoisme ; penyebab kerusakan alam dan lingkungan
Sebuah Artikel dari AFP
50 Tips Untuk Menjadikan Bumi Kita Tempat Yang Lebih Baik
Global Warming dan Vegetarian
Sumber Informasi Lainnya

Selasa, 22 Juli 2008

RAYAP DAN SEMUT SANG ARSITEK

BIOLOGI DAN PERILAKU RAYAP

Pendahuluan
Bagi masyarakat pengendali hama, pengenalan, biologi dan perilaku (etologi) rayap merupakan pengetahuan esensial, sedangkan bagi masyarakat umum hal ini di samping bermanfaat sebagai penambah pengetahuan untuk menghindari kerugian ekonomis yang ditimbulkan oleh oleh kerusakan terhadap bangunan habitat pemukimannya, karena dengan demikian dapat dilakukan tindakan atau perlakuan khusus untuk mengendalikan hama perusak kayu ini.



Kepustakaan mengenai rayap sudah ada sejak akhir abad ke-19, tetapi terutama berkembang selama abad ke-20. Di antara peneliti dan penulis penting yang memberikan keterangan menyeluruh adalah : Kofoid (1946) dan Krishna dan Weesner (1970). Masyarakat umum juga sudah memaklumi bahwa rayap adalah serangga yang merugikan karena merusak (makan) kayu. Ini tergambar dalam pepata lama : "bak kayu dimakan rayap" yang mengungkapkan kehancuran, kelemahan atau deteriorasi -- atau -- "anai-anai makan di bawah" -- mengungkapkan proses kerusakan yang tak tampak atau tersembunyi. Kedua ungkapan ini diambil dari aspek-aspek biologi dan perilaku rayap yaitu: rayap makan kayu dan hidupnya (habitat dan proses makannya) tersembunyi (kriptobiotik ).

Di seluruh dunia jenis-jenis rayap yang telah dikenal (dideskripsikan dan diberi nama) ada sekitar 2000 spesies (dari padanya sekitar 120 spesies merupakan hama), sedangkan di negara kita dari kurang lebih 200 spesies yang dikenal baru sekitar 20 spesies yang diketahui berperan sebagai hama perusak kayu serta hama hutan/pertanian.

Apa yang dikemukakan selanjutnya, belum menggambarkan keseluruhan peri kehidupan dan perilaku rayap, karena untuk menulisnya secara memadai mungkin diperlukan dua jilid buku yang tebalnya masing-masing sekitar 600 halaman, sebagaimana suntingan Krishna dan Weesner. Perilaku rayap sebagai serangga sosial saja jika akan dijelaskan secara menyeluruh memerlukan pembahasan yang panjang lebar dari berbagai segi seperti perilaku makan, membuat sarang dan liang kembara, penyerangan, komunikasi, peran feromon dalam perkembangan (ontogenesis) dan aspek-aspek perilaku lainnya yang dalam banyak hal agak berbeda dari serangga-serangga sosial lainnya. Derajat kemiripan dalam bentuk dan perilaku di antara jenis-jenis rayap juga menimbulkan banyak masalah dalam taksonomi rayap. Keadaan ini menyebabkan beberapa kasus penamaan ganda, karena tak jarang terjadi sejenis rayap yang telah didekripsi seorang pengarang ternyata spesies yang persangkutan telah diberi nama sebelumnya oleh pengarang lain. Dalam banyak hal, para pengarang/pakar taksonomi mengandalkan pada ukuran badan yang ternyata manfaatnya sangat terbatas, demikian pula jumlah ruas antena (misalnya: Cryptotermes javanicus Kemner, C. buiterzorgi Kalshoven dan C. cynocephalus Light ). Oleh karenanya maka bahasan hanya mencakup garis-garis besarnya saja. Untuk mengetahui lebih banyak dan lebih luas pembaca memerlukan kepustakaan yang dirujuk dalam tulisan ini.

Pengenalan: semut vs. rayap
Dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia mengenal jenis-jenis serangga yang umum kita sebut rayap. Sebutan lain yang juga umum adalah semut putih. Di Sumatera digunakan istilah anai-anai di Jawa rangas, sedangkan beberapa jenis rayap di daerah Jawa Barat disebut rinyuh, sumpiyuh. Bergantung jenisnya, panjang tubuh rayap berkisar di antara 4 - 11 mm, dan umumnya individu-individu rayap yang tak bersayap berwarna keputih-putihan. Dari sini muncul nama “semut putih”.

Di antara jenis-jenis rayap banyak yang mirip satu sama lain sehingga bagi mereka yang belum terlatih, agak sulit membedakannya, kecuali beberapa jenis yang umum seperti rayap kayu kering (Cryptotermes) yang menghuni dan makan kayu kering, dan rayap subteran (seperti Macrotermes) yang sarang koloninya umumnya terdapat dalam tanah lembab, dengan ukuran tubuh relatif besar.

Penampilan rayap memang mirip semut. Tetapi perbedaannya cukup banyak, bahkan semut merupakan salah satu musuh utama dari rayap. Dari segi sistematika/filogenetika semut mendekati golongan lebah, sehingga kedua serangga ini dicakup dalam Ordo Hymenoptera (bersayap selaput).

Jika kita mengamati seekor semut atau seekor lebah, secara morfologik tampak batas yang jelas antara bagian "dada" (toraks) dan "perut" (abdomen), bahkan pada beberapa jenis lebah batas ini demikian mencolok sehingga menggenting (dengan pinggang yang sangat kecil). Pada jenis-jenis rayap, batas antara toraks dan abdomen kurang jelas, atau secara awam kita katakan "rayap tidak memiliki pinggang yang ramping". Individu bersayap yang lazim disebut laron (atau sulung, alata, alates ), memiliki sepasang sayap yang dalam keadaan diam cara melipatnya memanjang lurus ke belakang, seperti halnya jenis-jenis belalang dan lipas berbeda dengan Hymenoptera yang terlipat dalam beberapa simpul, sebelum memanjang ke belakang. Bedasarkan tekstur dan struktur sayap maka rayap digolongkan dalam satu ordo tersendiri yaitu Isoptera (bersayap sama).

Dari perilaku hidupnya, perbedaan utama antara rayap dengan semut adalah, semut mencari makan lebih "terbuka", sedangkan rayap selalu "tertutup", menutup jalur-jalur kembaranya dengan bahan-bahan tanah. Perkembangan hidup rayap adalah melalui metamorfosa hemimetabola , yaitu secara bertahap, yang secara teori melalui stadium (tahap pertum­buhan) telur, nimfa dan dewasa. Walaupun stadium dewasa pada serangga umumnya terdiri atas individu-individu bersayap (laron), karena sifat polimorfismenya maka di samping bentuk laron yang bersayap, stadium dewasa rayap mencakup juga kasta pekerja yang bentuknya seperti nimfa yang berwarna keputih-putihan, dan kasta prajurit yang berbentuk khusus dan berwarna lebih kecoklatan. Sedangkan pada semut perkembangannya adalah holometabola, yaitu melalui tahap-tahap pertumbuhan telur, larva, nimfa dan dewasa (alates dan pekerja yang tak bersayap).

Perbedaan lain antara rayap dan semut masih sangat banyak tapi kita tidak akan membahasnya di sini. Yang pasti, tidak seperti rayap yang memerlukan kayu (selulosa ) sebagai makanan pokok, semut makanan pokoknya bukan kayu, tetapi macam-macam, dari serat sampai gula.

Sebaran dan makanan
Rayap pada dasarnya adalah serangga daerah tropika dan subtropika. Namun sebarannya kini cenderung meluas ke daerah sedang (temperate ) dengan batas-batas 50o LU dan LS. Di daerah tropika rayap ditemukan mulai dari pantai sampai ketinggian 3000 m di atas permukaan laut. Makanan utamanya adalah kayu atau bahan yang terutama terdiri atas selulosa. Dari perilaku makan yang demikian kita menarik kesimpulan bahwa rayap termasuk golongan makhluk hidup perombak bahan mati yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan dalam ekosistem kita. Mereka merupakan konsumen primer dalam rantai makanan yang berperan dalam kelangsungan siklus beberapa unsur penting seperti karbon dan nitrogen. Tapi masalahnya adalah manusia juga merupakan konsumen primer yang memerlukan hasil-hasil tanaman bukan saja untuk makanannya tetapi juga untuk membuat rumah dan bangunan-bangunan lain yang diperlukannya. Di sinilah letak permasalahannya, sehingga manusia bersaing dengan rayap. Semula agak mengherankan para pakar bahwa rayap mampu makan (menyerap) selulosa karena manusia sendiri tidak mampu mencernakan selulosa (bagian berkayu dari sayuran yang kita makan, akan dikeluarkan lagi !), sedangkan rayap mampu melumatkan dan menyerapnya sehingga sebagian besar ekskremen hanya tinggal lignin saja. Keadaan menjadi jelas setelah ditemukan berbagai protozoa flagellata dalam usus bagian belakang dari berbagai jenis rayap (terutama rayap tingkat rendah: Mastotermitidae, Kalotermitidae dan Rhinotermitidae), yang ternyata berperan sebagi simbion untuk melumatkan selulosa sehingga rayap mampu mencernakan dan menyerap selulosa. Bagi yang tak memiliki protozoa seperti famili Termitidae, bukan protozoa yang berperan tetapi bakteria -- dan bahkan pada beberapa jenis rayap seperti Macrotermes , Odontotermes dan Microtermes memerlukan bantuan jamur perombak kayu yang dipelihara di "kebun jamur" dalam sarangnya.

Perilaku makan
Semua rayap makan kayu dan bahan berselulosa, tetapi perilaku makan (feeding behavior ) jenis-jenis rayap bermacam-macam. Hampir semua jenis kayu potensial untuk dimakan rayap. Memang ada yang relatif awet seperti bagian teras dari kayu jati tetapi kayu jati kini semakin langka. Untuk mencapai kayu bahan bangunan yang terpasang rayap dapat "keluar" dari sarangnya melalui terowongan-terowongan atau liang-liang kembara yang dibuatnya. Bagi rayap subteran (bersarang dalam tanah tetapi dapat mencari makan sampai jauh di atas tanah), keadaan lembab mutlak diperlukan. Hal ini menerangkan mengapa kadang-kadang dalam satu malam saja rayap Macrotermes dan Odontoterme s telah mampu menginvasi lemari buku di rumah atau di kantor jika fondasi bangunan tidak dilindungi. Sebaliknya, rayap kayu kering (Cryptotermes) tidak memerlukan air (lembab) dan tidak berhubungan dengan tanah. Juga tidak membentuk terowongan-terowongan panjang untuk menyerang obyeknya. Mereka bersarang dalam kayu, makan kayu dan jika perlu menghabiskannya sehingga hanya lapisan luar kayu yang tersisa, dan jika di tekan dengan jari serupa menekan kotak kertas saja. Ada pula rayap yang makan kayu yang masih hidup dan bersarang di dahan atau batang pohon, seperti

Neotermes tectonae yang menimbulkan kerusakan (pembengkakan atau gembol) yang dapat menyebabkan kematian pohon jati. Penggolongan menurut habitat atau perilaku bersarang.

Berdasarkan lokasi sarang utama atau tempat tinggalnya, rayap perusak kayu dapat digolongkan dalam tipe-tipe berikut :

1. Rayap pohon, yaitu jenis-jenis rayap yang menyerang pohon yang masih hidup, bersarang dalam pohon dan tak berhubungan dengan tanah. Contoh yang khas dari rayap ini adalah Neotermes tectonae (famili Kalotermitidae), hama pohon jati.

2. Rayap kayu lembab, menyerang kayu mati dan lembab, bersarang dalam kayu, tak berhubungan dengan tanah. Contoh : Jenis-jenis rayap dari genus Glyptotermes (Glyptotermes spp., famili Kalotermitidae).

3. Rayap kayu kering, seperti Cryptotermes spp. (famili Kalo­termitidae), hidup dalam kayu mati yang telah kering. Hama ini umum terdapat di rumah-rumah dan perabot-perabot seperti meja, kursi dsb. Tanda serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang. Rayap ini juga tidak berhubungan dengan tanah, karena habitatnya kering.

4. Rayap subteran, yang umumnya hidup di dalam tanah yang mengandung banyak bahan kayu yang telah mati atau membusuk, tunggak pohon baik yang telah mati maupun masih hidup. Di Indonesia rayap subteran yang paling banyak merusak adalah jenis-jenis dari famili Rhinotermitidae. Terutama dari genus Coptoterme s (Coptotermes spp.) dan Schedorhinotermes. Perilaku rayap ini mirip rayap tanah seperti Macr­otermes namun perbedaan utama adalah kemampuan Coptotermes untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya, walaupun tidak ada hubungan dengan tanah, asal saja sarang tersebut sekali-sekali memperoleh lembab, misalnya tetesan air hujan dari atap bangunan yang bocor. Coptotermes pernah diamati menyerang bagian-bagian kayu dari kapal minyak yang melayani pelayaran Palembang-Jakarta. Coptotermes curvignathus Holmgren sering kali diamati menyerang pohon Pinus merkusii dan banyak meyebabkan kerugian pada bangunan.

5. Rayap tanah. Jenis-jenis rayap tanah di Indonesia adalah dari famili Termitidae. Mereka bersarang dalam tanah terutama dekat pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah dan humus. Contoh-contoh Termitidae yang paling umum menyerang bangunan adalah Macrotermes spp. (terutama M. gilvus) Odontotermes spp. dan Microtermes spp. Jenis-jenis rayap ini sangat ganas, dapat menyerang obyek-obyek berjarak sampai 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya. Macrotermes dan Odontotermes merupakan rayap subteran yang sangat umum menyerang bangunan di Jakarta dan sekitarnya.

Taksonomi rayap selayang pandang
Taksonomi atau penggolongan jenis-jenis rayap merupakan salah satu misteri dunia insekta karena tingginya tingkat kemiripan antar jenis rayap dalam masing-masing famili. Kiranya kita tak perlu sangat memusingkan jenis-jenis (spesies) rayap ini. Hal yang penting adalah dapat mengenal tipe-tipe seperti telah disebut di muka. Pada umumnya rayap yang terdapat dalam satu kategori memiliki kemiripan dalam hampir semua segi perilakunya, sehingga metoda pengendalianyapun dapat disamakan.

Dapat dikatakan bahwa terdapat tiga famili rayap perusak kayu (yang dianggap sebagai hama), yaitu famili Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae. Kalotermitidae diwakili oleh Neotermes tectonae (hama pohon jati) dan Cryptotermes spp. (rayap kayu kering); Rhinotermitidae oleh Coptotermes spp dan Schedorhinotermes, sedangkan Termitidae oleh Macrotermes spp., Odontotermes spp. dan Microtermes spp.). Masih banyak jenis-jenis rayap yang juga penting tetapi agak jarang dijumpai menyerang bangunan. Misalnya jenis-jenis Nasutitermes (famili Termitidae), yang pada dahi prajuritnya terdapat "tusuk" (seperti hidung: nasus, nasute), dan mampu melumpuhkan lawannya bukan dengan menusuknya tetapi meyemprotkan cairan pelumpuh berwarna putih, melalui saluran dalam "tusuk"nya.

Bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih jauh cara mendeterminasi jenis rayap perusak kayu, dapat digunakan kunci yang disusun penulis (lihat kepustakaan nomor 7 pada akhir tulisan ini).

Koloni rayap -- masyarakat kriptobiotik
Jika kita menilik kehidupan rayap, kita tak akan menjumpai seekor rayap yang mengembara sendirian seperti halnya kupu-kupu yang terbang solo atau kumbang yang makan sendirian (soliter). Sebagai serangga sosial rayap hidup dalam masyarakat yang disebut koloni. Jika kita hendak menguji keampuhan obat (insektida) terhadap beberapa ekor ayap dari kasta yang sama (misalnya kasta pekerja) yang dipisahkan dari koloninya, maka hasilnya akan sia-sia. Karena tanpa diberi racunpun mereka akan mati. Mengeluarkan individu rayap dari koloninya, sama saja dengan membunuhnya. Mereka hanya bisa hidup jika (dan hanya jika) mereka berada dalam masyarakatnya (koloninya). Mengapa demikian ? Karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan dan proses-proses yang dapat menjamin kelanjutan hidupnya. Ibarat seorang penderita penyakit yang seumur hidupnya mutlak memerlukan sejenis obat yang selalu ditelannya pada saat-saat tertentu, dan jika diumpamakan bahwa obat itu tak dapat dibawanya ke mana-mana, hanya dapat disimpan di rumahnya, berarti ia tak dapat meninggalkan rumahnya. Ia dapat hidup normal jika rumahnya ia perpanjang dengan menambah lorong-lorong sempit, misalnya ke tempat kerjanya, ke sekolah, ke pasar dsb. Dan lorong-lorong sempit yang tertutup ini merupakan bagian dari rumahnya, di mana ia dapat memperoleh obat demi kelangsungan hidupnya. Demikianlah halnya dengan kehidupan rayap. Hal ini dapat kita amati pada kehidupan rayap subteran. Ia hanya dapat mencapai makanannya (bangunan atau kayu) dengan menambah-nambah panjang "rumahnya" dengan membuat terowongan-terowongan kembara, yaitu jalur-jalur sempit yang berasal dari pusat sarang ke arah kembara di mana makanannya berada, yang hanya dapat dilalui sekaligus oleh sekitar 3 - 4 ekor rayap. Terowongan kembara ini ditutupnya dengan bahan-bahan tanah sehingga pada galibnya liang-liang kembara tetap merupakan bagian dari sarang koloninya. Dengan adanya liang-liang tertutup ini maka praktis seluruh ruangan dari sarang rayap termasuk liang-liang kembara merupakan lingkungan yang sangat lembab yang menjamin kehidupan rayap tanah atau rayap subteran.Dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat rayap, terdapat beberapa istilah kunci yang perlu diungkapkan, yaitu : polimorfi, feromon, trofalaksis, dan homeostatis.
Polimorfi -- masyarakat "komune" dalam kasta-kasta

Sebagian masyarakat juga sudah mengetahui bahwa dalam koloni setiap jenis rayap, terdapat beberapa kasta individu yang wujudnya berbeda, yaitu:

1. Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina (yang abdomennya biasanya sangat membesar) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Raja sebenarnya tak sepenting ratu jika dibandingkan dengan lamanya ia bertugas karena dengan sekali kawin, betina dapat menghasikan ribuan telur; lagipula sperma dapat disimpan oleh betina dalam kantong khusus untuk itu, sehingga mungkin sekali tak diperlukan kopulasi berulang-ulang. Jika koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta reproduktif berukuran besar sehingga disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri koloni, yaitu sepasang laron yang mulai menjalin kehidupan bersama sejak penerbangan alata. Pasangan ini disebut reprodukif primer. Jika mereka mati bukan berarti koloni rayap akan berhenti bertumbuh. Koloni akan membentuk "ratu" atau "raja" baru dari individu lain (biasanya dari kasta pekerja) tetapi ukuran abdomen ratu baru tak akan sangat membesar seperti ratu asli. Ratu dan raja baru ini disebut reproduktif suplementer atau neoten. Jadi, dengan membunuh ratu atau raja kita tak perlu sesumbar bahwa koloni rayap akan punah. Bahkan dengan matinya ratu, diduga dapat terbentuk berpuluh-puluh neoten yang menggantikan tugasnya untuk bertelur. Dengan adanya banyak neoten maka jika terjadi bencana yang mengakibatkan sarang rayap terpecah-pecah, maka setiap pecahan sarang dapat membentuk koloni baru.

2. Kasta prajurit . Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui "suara" tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel (rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati. Mandibel bertipe gunting (yang bentuknya juga bermacam-macam) umum terdapat di antara rayap famili Termitidae, kecuali pada Nasutitermes ukuran mandibelnya tidak mencolok tetapi memiliki nasut (yang berarti hidung, dan penampilannya seperti "tusuk") sebagai alat penyemprot racun bagi musuhnya. Prajurit Cryptotermes memiliki kepala yang berbentuk kepala bulldogtugasnya hanya menyumbat semua lobang dalam sarang yang potensial dapat dimasuki musuh. Semua musuh yang mencapai lobang masuk sulit untuk luput dari gigitan mandibelnya. Pada beberapa jenis rayap dari famili Termitidae seperti Macrotermes, Odontotermes, Microtermes dan Hospitalitermes terdapat prajurit dimorf (dua bentuk) yaitu prajurit besar (p. makro) dan prajurit kecil (p. mikro)

3. Kasta pekerja. Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 persen populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja. Tugasnya melulu hanya bekerja tanpa berhenti hilir mudik di dalam liang-liang kembara dalam rangka mencari makanan dan mengangkutnya ke sarang, membuat terowongan-terowongan, menyuapi dan membersihkan reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, dan -- membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja sendiri. Dari kenyataan ini maka para pakar rayap sejak abad ke-19 telah mempostulatkan bahwa sebenarnya kasta pekerjalah yang menjadi "raja", yang memerintah dan mengatur semua tatanan dan aturan dalam sarang rayap. Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homeostatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap.

Feromon penanda jejak dan pendeteksi makanan. Telah merupakan suatu diktum bahwa rayap (pekerja dan prajurit) itu buta. Mereka jalan beriiringan atau dapat menemukan obyek makanan bukan karena mereka mampu melihat atau mencium bau melalui "hidung". Kemampuan mende­eksi dimungkinkan karena mereka dapat menerima dan menafsirkan setiap bau yang esensial bagi kehidupannya melalui lobang-lobang tertentu yang terdapat pada rambut-rambut yang tumbuh di antenanya. Bau yang dapat dideteksi rayap berhubungan dengan sifat kimiawi feromonnya sendiri. Feromon adalah hormon yang dikeluarkan dari kelenjar endokrin., tetapi berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan empengaruhi individu lain yang sejenis. Untuk dapat mendeteksi jalur yang dijelajahinya, individu rayap yang berada didepan mengeluarkan feromon penanda jejak (trail following pheromone) yang keluar dari kelenjar sternum (sternal gland di bagian bawah, belakang abdomen), yang dapat dideteksi oleh rayap yang berada di belakangnya. Sifat kimiawi feromon ini sangat erat hubungannya dengan bau makannannya sehingga rayap mampu mendeteksi obyek makanannya.

Feromon dasar: pengatur perkembangan
Di samping feromon penanda jejak, para pakar etologi (perilaku) rayap juga menganggap bahwa pengaturan koloni berada di bawah kendali feromon dasar (primer pheromones ). Misalnya, terhambatnya pertumbuhan/ embentukan neoten disebabkan oleh adanya semacam feromon dasar yang dikeluarkan oleh ratu, yang berfungsi menghambat diferensiasi kelamin. Segera setelah ratu mati, feromon ini hilang sehingga terbentuk neoten-neoten pengganti ratu. Tetapi kemudian neoten yang telah terbentuk kembali mengeluarkan feromon yang sama sehingga pembentukan neoten yang lebih banyak dapat dihambat. Feromon dasar juga berperan dalam diferensiasi pembentukan kasta pekerja dan kasta prajurit, yang dikeluarkan oleh kasta reproduktif.

Dilihat dari biologinya, koloni rayap sendiri oleh beberapa pakar dianggap sebagai supra-organisma, yaitu koloni itu sendiri dianggap sebagai makhluk hidup, sedangkan individu-individu rayap dalam koloni hanya merupakan bagian-bagian dari anggota badan supra-organisma itu.

Perbandingan banyaknya neoten, prajurit dan pekerja dalan satu koloni biasanya tidak tetap. Koloni yang sedang bertumbuh subur memiliki pekerja yang sangat banyak dengan jumlah prajurit yang tidak banyak (kurang lebih 2 - 4 persen). Koloni yang mengalami banyak gangguan, misalnya karena terdapat banyak semut di sekitarnya akan membentuk lebih banyak prajurit (7 - 10 persen), karena diperlukan untuk mempertahankan sarang.

Trofalaksis: masyarakat rayap yang terintegrasi
Rayap muda yang baru saja ditetaskan dari telur belum memiliki protozoa yang diperlukannya untuk mencernakan selulosa. Demikian pula setiap individu rayap yang baru saja berganti kulit tak memiliki protozoa karena simbion ini telah keluar bersama kulit yang ditanggalkannya (karena kulit usus juga ikut berganti). Individu rayap tersebut diberi "re-infeksi" protozoa oleh para pekerja dengan melalui trofalaksis. Trofalaksis adalah perilaku berkerumun di antara anggota-anggota koloni, dan saling "menjilat" anus dan mulut. Dengan perilaku ini protozoa dapat ditularkan kepada individu-individu yang memerlukannya. Penyebaran feromon dasar juga diduga terlaksana melalui perilaku trofalaksis .

Strategi pengendalian
Dari uraian di muka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa untuk menghindar atau meminimumkan kemungkinan terjadinya serangan rayap pada bangunan perlu diperhatikan hal-hal berikut.

1. Hindari adanya bahan-bahan kayu seperti sisa-sisa tunggak pohon di sekitar halaman bangunan, yang potensial untuk menjadi sumber infeksi rayap. Demikian pula adanya pohon-pohon tua yang sebagian jaringan pohon maupun akarnya telah mati merupakan sumber makanan rayap dan dapat menjadi lokasi sarang perkembangan koloni rayap.

2. Hindari kontak antara tanah dengan bagian-bagian kayu dari bangunan. Walaupun cara ini tidak mutlak mampu mencegah serangan rayap karena rayap mampu membuat terowongan kembara di atas tembok, lantai dan dinding untuk mencapai obyek kayu makanannya tetapi bagi bangunan sederhana cara ini dapat memperlambat serangan rayap, dan adanya terowongan-terowongan dapat dideteksi.

3. Pergunakan kayu yang awet (seperti bagian teras kayu jati), atau kayu yang telah diawetkan dengan bahan-bahan pengawet anti rayap. Untuk kayu-kayu yang digunakan di bawah atap jenis-jenis garam pengawet seperti garam Wolman dengan retensi yang cukup telah memadai, sedangkan bagi kayu di luar bangunan diperlukan bahan pengawet larut minyak seperti kreosot .

4. Cara yang paling efektif adalah melindungi bangunan dengan cara membuat "benteng yang kuat terhadap rayap" di bagian fondasi dengan cara menyampur bahan fondasi dengan termitisida atau memperlakukan tanah di bawah dan di sekitar fondasi dengan termitisida yang tahan pencucian (persisten) serta memiliki afinitas dengan tanah.

5. Jika bangunan telah terserang, gunakanlah cara-cara pengendalian yang ramah lingkungan, seperti dengan pengumpanan dan pengendalian koloni dengan menggunakan insektisida penekan pertumbuhan kutikel seperti heksaflumuron dsb.

Kepustakaan

Howse, P.E. 1970. Termites: A Study in Social Behaviour. Hutchinson University Library. London. 150 p.

Harris, W.V. 1961. Termites. Their Recognition and Control. Longmans, Green and Co. Ltd., London. 186 p.

Kofoid, C. A. (ed.). 1946. Termites and Termite Control. Univ. of Calif. Press, Berkeley. 795 p.

Krishna, K dan F.M. Weesner (Eds.). 1969/1970. Biology of Termites, Vol. I dan II. Academic Press, New York etc. Vol I 598 p, Vol. II 643 p.

Nandika, Dodi dan B. Tambunan. 1990. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Fakultas Kehutanan IPB.

Natawiria, Djatnika. 1986. Peranan Rayap dalam Ekosistem Hutan. Prosiding Seminar Nasional Ancaman Terhadap Hutan Tanaman Industri, 20 Desember 1986. FMIPA-UI dan Dephut. p. 168 - 177.

Tarumingkeng, Rudy C. 1971. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu Indonesia. Lap. L.P.H. No. 138. 28 p.

Tarumingkeng, Rudy C., H.C. Coppel dan F. Matsumura. 1976. Morphology and Ultrastructure of the Antennal Chemoreceptors of Worker Coptotermes formosanus Shiraki. Cell and Tissue Research (Springer Verlag) 173 : 173 - 178.

(sumber http://tumoutou.net/biologi_dan_perilaku_rayap.htm oleh Rudy C Tarumingkeng, PhD Guru Besar Institut Pertanian Bogor)

VIDEO :
RAYAP SANG ARSITEK
dapat dilihat di http://www.youtube.com/watch?v=0m7odGafpQU
SEMUT SANG ARSITEK
dapat dilihat di http://www.youtube.com/watch?v=xQERRbU23bU

Senin, 21 Juli 2008

PT. JASAMEDIVEST menawarkan PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS

Kamis, 17 Juli 2008, aku kedatangan tamu, nama Julianti Puji Astuti (cukup panggil saja Juli), dia tawarkan jasa pemusnahan limbah medis padat dari perusahaan ia bekerja, yaitu PT. JASAMEDIVEST, kunjungan kali ini untuk survei lapangan dan menjajagi kemungkinan untuk bekerjasama dengan RS yg ada di Semarang. Cukup nyaman dan nyambung juga ngobrol dengan Juli, yg alumnus UGM Pertanian. Ada yg menarik, bila nantinya kita (Forum Sanitarian se kota Semarang) bisa kerja sama dg PT. JASAMEDIVEST, bentuknya sih kemarin sudah sedikit aku singgung, dan saat ini aku sedang merencanakan apa yg bisa dilakukan bersama.


Setelah Juli (Marketing Executive) pulang, aku coba buka href="http://www.jasamedivest.com/" eh khok nggak ada informasi yg aku dapat tentang PT. JASAMEDIVEST, lalu aku dapatkan informasi dari salah satu blog, dan kelihatannya yg membuat blog adalah salah satu karyawan PT. JASAMEDIVEST namanya Faisal Ramdhan (Marketing Executive) http://faisalramdhan.wordpress.com/category/company-profile/ yg isinya sbb :

Pengelolaan Limbah Medis Rumah Sakit
Perusahaan dan industri yang memperhatikan pengolahan limbah medis memiliki konsekuensi dan tanggung jawab besar. Satu pertanyaan yang sering muncul adalah : Apakah limbah anda telah dikelola dengan cara yang terbaik ?
Limbah sudah selayaknya dikelola dengan baik, karena memiliki konsekuensi yang besar terhadap lingkungan dan usaha anda, apalagi jika peraturan tentang lingkungan sudah ditetapkan.

Di PT. JasaMedivest, kami membantu pemecahan dalam mengelola limbah yang efisien dan paling ramah lingkungan. Sebagai Perusahaan yang sudah berpengalaman dalam pengelolaan limbah berbahaya, kami melakukan pemerisaan yang stringent dan investasi yang besar dalam produk pelayanan yang menjamin keamanan lingkungan.

Layanan kami meliputi :
1. Pelatihan dalam menangani pengelolaan limbah medis di dalam internal RS.
2. menetapkan semua bahan yang diperlukan untuk dipisahkan dan disimpan.
3. Mengumpulkan dan mengangkut ke tempat pemusnahan akhir.
4. Pembakaran akhir dengan insinerator, limbah yang aman yang sudah dipisah-pisahkan menurut jenis limbah medis tertentu.
Semua layanan kami, sesuai dengan petunjuk dan peraturan Pemerintah Indonesia. Semua limbah medis yang dikelola oleh PT. JasaMedivest ditujukan untuk dimusnahkan di tempat pemusnahan modern di Cikampek, Jawa Barat dan merupakan pengolah limbah medis pertama di Indonesia yang dipantau langsung oleh Departemen Lingkungan Hidup yang memiliki standar emisi yang kuat.

Semua proses pemusnahan kami lakukan dengan standar tinggi untuk melindungi lingkungan dan keamanan. Setiap tahap pemusnahan diawasi tingkat polusinya dan selalu dilakukan monitoring sistem secara komputerisasi untuk menyimpan data, monitor alarm tanda bahaya, analisis penelitian emisi gas buang, effulent test dan zat residu. Kami juga memiliki tim ahli untuk membantu memastikan efisiensi dan keamanan secara maksimal.

Jumat, 18 Juli 2008

ERA KORAN DIGITAL

Kemarin aku iseng beli Koran Tempo, ada satu bagian yg menarik yaitu sekarang sudah muncul Koran Digital antara lain KORAN TEMPO, KOMPAS, REPUBLIKA, dan KONTAN. Nah sekarang mumpung gratis kita internetan sambil baca koran, pasti asik ya.

Dan hari ini aku sudah coba buka, untuk KORAN REPUBLIKA tampilannya sama dengan KORAN TEMPO, kita juga harus registrasi dulu agar bisa download (kalo mau lho versi PDF)karena perlu login terlebih dulu. Sementara itu untuk KORAN KOMPAS, KONTAN tidak perlu regristasi, KONTAN ada versi daily, weekly dan monthly.

Untuk refresing tidak ada salahnya coba buka, okey ! klik aja gambar di bawah ini.

Koran TEMPO


Koran KOMPAS


Koran REPUBLIKA


Tabloid KONTAN
daily :


weekly :


moonthly :

Kamis, 17 Juli 2008

C-BETech dan DEWATS

CBETech (Center for Community Based Environmental Technology)
sebuah lembaga yang menerapkan Proyek DEWATS di Indonesia. Proyek DEWATS merupakan kerjasama antara Lembaga Pengembangan Techology Pedesaan (LPTP) Indonesia dengan Bremen Overseas Research and Development Institution (BORDA) Jerman .
C-BETech menyediakan jasa layanan:
•Desain dan konstruksi biogas bagi peternakan, industri tahu dan rumah pemotongan hewan.
•Desain dan konstruksi unit pengolahan limbah cair rumah sakit, hotel dan pemukiman penduduk.
•Sanitasi berbasis masyarakat.


Tentang C-BETech
C-BETech adalah lembaga swadaya masyarakat yang bernaung dibawah Yayasan LPTP, dibentuk berdasarkan idealisme dan partisipasi aktif dalam memecahkan masalah polusi lingkungan di Indonesia.
Akta pendirian pada Kantor Notaris Sunarto SH No. 39 tanggal 5 Agustus 2002, Kantor Departemen Sosial dan Politik, Provinsi Jawa Tengah No. 220/473 dan Kantor Perlindungan Massa dan Persatuan Bangsa Pemerintah Kota Surakarta No. 220/570, serta Kantor Sosial Politik Pemerintah Kota Surakarta No. 220/929.

Latar Belakang
Polusi limbah cair di daerah berpopulasi tinggi telah mencapai derajat berbahaya dan menggangu kesehatan masyarakat dan ekosistem. Permintaan dan kebutuhan masyarakat akan sistem pengolahan limbah cair semakin meningkat sedangkan sistem pengolahan limbah cair yang tepat belum tersedia.
Teknologi pengolahan limbah cair merupakan tekhnologi canggih yang diproduksi di negara sub tropis berbasis masyarakat berpenghasilan tinggi. Hal ini sangat mahal bagi masyarakat Indonesia karena harus mengimport tekhnologi, menggunakan suku cadang import, menggunakan input yang menghabiskan energi lokal serta kompleksitas dalam pemeliharaan. Dampaknya, banyak lembaga tidak dapat mengoperasikan unit pengolahan limbah cair mereka secara berkesinambungan.
Untuk memecahkan permasalah di atas, C-BETech membangun teknologi pengolahan limbah cair dengan menggunakan model DEWATS (Decentralized Wastewater Treatment System) sebagai alternatif bagi pengelohan limbah di Indonesia.

VISI
Untuk mendapatkan air yang bersih dan sehat adalah hak bagi setiap generasi manusia, oleh karena itu generasi sekarang memiliki tanggung jawab untuk memelihara sumber air bersih bagi generasi selanjutnya. (diambil dari http://www.lptp.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=1)

Ingin tahu lebih banyak tentang DEWATS klik disini

Kamis, 14 Februari 2008

CARA SEDERHANA MENILAI KUALITAS AIR MINUM

PERSYARATAN AIR MINUM

Manusia tidak dapat hidup tanpa air. Air diperlukan untuk minum, memasak, mandi, mencuci, membersihkan dan untuk keperluan-keperluan lainnya. Untuk semua ini diperlukan air yg memenuhi syarat kesehatan, baik kuantitas maupun kualitasnya.
1. Syarat Kuantitas ; Di Indonesia diperkirakan setiap orang membutuhkan 100 liter/hari. Dengan perincian sbb : minum 5 liter, memasak 5 liter, membersihkan/mencuci 15 liter, mandi 30 liter, dan kakus/wc 45 liter.

2. Syarat Kualitas ; FISIK , yaitu jernih, tak berwarna, tak berasa, tak berbau. KIMIA, yaitu tidak mengandung zat-zat berbahaya untuk kesehatan. BAKTERI, yaitu air tidak boleh mengandung sesuatu bibit penyakit.

PENILAIAN KUALITAS AIR

Untuk mengetahui layak tidaknya air dapat digunakan sebagai air minum, maka diperlukan analisis kualitas air. Analisis kualitas air dapat dilakukan di laboratorium maupun secara sederhana. Pemeriksaan sederhana mempunyai keuntungan karena murah dan mudah, sehingga setiap orang dapat melakukan tanpa memerlukan bahan-bahan yg mahal.

Di bawah ini ada beberapa cara untuk melakukan penilaian kualitas air secara sederhana :

1. ANALISIS DERAJAT BAU, WARNA DAN RASA

  • Sediakan botol kecil, gelas, corong, serta air yang akan dianalisis.
  • Masukkan segelas air yg akan dianalisis ke dalam botol. Sebelumnya dicium bau dan rasanya serta dilihat kekeruhannya.
  • Tambahkan segelas air bersih (aqua) ke dalam botol, kemudian dikocok. air ini dianalisis bau, warna dan kekeruhannya. Jika tidak berwarna, tidak keruh dan tidak berbau lagi, berarti DERAJATNYA RENDAH.
  • Jika masih berbau, tambahkan lagi 2 gelas air aqua kemudian dianalisis. Jika tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna, berarti DERAJATNYA SEDANG. Jika air masih berwarna, berbau dan berasa, berarti DERAJATNYA TINGGI. Air yg mempunyai derajat tinggi ini kurang baik digunakan sebagai air minum.
2. ANALISIS SIFAT KIMIA AIR
  • Setengah gelas air yg akan diperiksa dicampurkan dengan setengah gelas air teh.
  • Selanjutnya didiamkan dalam keadaan terbuka selama satu malam.
  • Keesokkannya diperiksa, apabila ada perubahan warna, lendir, dan lapisan seperti minyak dipermukaan berarti air ini kurang baik.

catatan : Air yg mempunyai tingkat kesadahan dan mengandung logam tinggi akan berwarna hitam, ungu atau biru. Bila air tetap berwarna seperti air teh, maka secara kimia kualitas air tersebut baik.

3. ANALISIS SIFAT BIOLOGI AIR

  • Masukkan air ke dalam gelas, kumudian ditutup.
  • Air tersebut dibiarkan sampai 5 hari.
  • Setelah 5 hari, air diperiksa. Apabila ada perubahan warna atau gumpalan warna atau gumpalan-gumpalan putih, hitam atau hijau, maka air itu kurang baik secara biologis. Air yg baik akan tetap jernih meskipun disimpan selama 5 hari.

    <

Jumat, 11 Januari 2008

Majalah PERCIK

Sepertinya ini merupakan majalah wajib di baca oleh teman-teman Sanitarian, karena isinya cukup menarik dan dapat diunduh secara gratis dari internet (atau dapat minta copy ke saya, email saja ke han_ndoko@yahoo.com), yaitu Majalah PERCIK merupakan Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang diterbitkan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL).

Kalau melihat tampilan, cara menyajikan sangat menarik dan sangat memanjakan mata kita untuk membacanya, pasti teman-taman puas.

Ada beberapa edisi yg sudah saya dapatkan dengan mendownload / mengunduh dari http://www.ampl.or.id/ antara lain :









Ada juga majalah Percik Yunior , mulai terbit edisi I Januari 2007 :





Untuk informasi lainnya dapat juga membuka di Perpustakaan Digital AMPL http://digilib.ampl.or.id/



Kamis, 03 Januari 2008

MAJALAH / TABLOID LINGKUNGAN DIMANA DIRIMU ?

Setiap kali saya jalan-jalan ke toko buku, pasti saya keliling ke seluruh toko buku tersebut, walaupun ujung-ujungnya hanya beli 1 buah buku itupun tipis atau yg murah atau bahkan tidak beli sama sekali. Dan ketika mengitari di rak-rak toko buku tersebut, yg paling sedikit atau bahkan tidak ada adalah buku-buku mengenai lingkungan, apalagi majalah/tabloid lingkungan sudah dapat dipastikan tidak ada. Yang lagi ngetrend saat ini adalah buku dan tabloid tanaman : buku gelombang cinta, buku jenmani, buku puring, tabloid garden, dan masih banyak lagi. Buku dan majalah / tabloid komputer, tabloid hp/ponsel juga luar biasa banyaknya. Buku-buku religi / keagamaan juga luar biasa banyak dan berkembang saat ini. Komik, jangan ditanya lagi, ketika kita melangkahkan masuk ke toko buku sudah dipajang dipintu masuk komik-komik yg jumlahnya luar biasa juga.


Kemana majalah iptek yg dulu ketika saya masih SMP sekitar tahun 1980-an pernah ada yaitu majalah aha aku tahu, dan ketika saya sudah bekerja di Semarang sekitar tahun 2000 pernah ada majalah lingkungan yaitu majalah Daur (sekarang masih ada beberapa yg saya miliki) juga hilang dari peredarannya, yg katanya tidak lagi dalam bentuk cetak tetapi online di internet, tapi sampai hari ini saya belum menemukannya. Yang saat ini masih saya temukan, yaitu majalah National Geografi, bagus isinya tapi juga bagus harganya, sepertinya saya tidak sanggup untuk membelinya.

Yah.... ujung-ujungnya saya cari gratisan, kebetulan di kantor ada fasilitas internet, disela-sela jam kerja, saat istirahat atau selepas jam kerja, saya bisa memanfaatkan internet di kantor yg 24 jam online untuk cari-cari majalah/ tabloid lingkungan, untuk dibaca sendiri dan dibagikan keteman-teman yg mau baca. Ini beberapa majalah yg saya dapatkan dari http://digilib.ampl.or.id antara lain sbb :

 Majalah Percik, diterbitkan oleh Sekretariat Pokja AMPL

 Majalah Percik Yunior, diterbitkan oleh Sekretariat Pokja AMPL

 Majalah Greeners, diterbitkan oleh Greeners Magazine

 Majalah Air Minum, diterbitkan oleh PERPAMSI

 Majalah Tanah Air, diterbitkan oleh WALHI

 Majalah Serasi, diterbitkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup

 Majalah Kehati, diterbitkan oleh KEHATI

 Majalah Jentera, diterbitkan oleh Program P2MPD Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas